Baginya, ini adalah sebuah kehormatan. Tapi masih terlalu dini untuk terlalu berbangga hati. Perasaannya campur aduk. Sebab, perjalanan film dokumenter untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri pun masih cukup panjang.
Amelia ingin mengirimkan pesan kepada penonton dan pemangku kepentingan baik itu pemerintah hingga platform video on demand bahwa anggapan film dokumenter tidak bernilai itu salah besar.
“Amat ironis karena sebetulnya di dunia internasional itu mereka punya industri, para pembuat filmnya juga bisa hidup dengan film dokumenter, tidak dianggap nonprofesional, ‘oh kamu pembuat film dokumenter’ seakan-akan itu sampingan, hanya hobi.”
Baca Juga:Anggun Artis Pertama Benua Asia Masuk Peringkat ‘100 Artis Favorit Prancis’Granada Paksa Valencia Tanpa Kemenangan
Dalam beberapa tahun terakhir, Amelia menilai ada beberapa talenta film dokumenter Indonesia yang bisa berkembang dan diterima di kancah mancanegara meski jumlahnya masih terlalu sedikit.
“Masih harus lebih banyak lagi, dukungan dan ekosistem harus lebih terbangun,” kata dia.
Hadirnya Amelia sebagai bagian Academy takkan serta merta menjamin film Indonesia bisa masuk ke ajang bergengsi dalam waktu dekat.
Namun, pastinya dia akan menggunakan suaranya untuk memilih film yang betul-betul layak agar bisa masuk ke ajang kompetisi dan menang.
“Saya harap kemudian saya bisa menggarisbawahi film yang sebetulnya memperjuangkan dan memperlihatkan keberagaman berekspresi,” katanya.
Daya tarik dokumenter
Lulusan Ohio University yang pernah menjadi jurnalis radio di China dan bekerja di rumah produksi nirlaba Timor Leste menuturkan daya tarik film dokumenter.
Film dokumenter bisa membuat penonton masuk ke realitas yang disampaikan oleh sineas.
Baca Juga:Lazio Gagal Pangkas Bianconerri, AC Milan Hantam 3-0Bentang Alam Berubah, Tol Semarang-Demak Seksi I Terkendala Pembebasan Lahan
“Meskipun realitas itu kompleks, kita bisa ikut merasakannya, membawa kita ke perspektif baru.”
Menurut dia, film dokumenter adalah medium kuat dan penting untuk membuat masyarakat semakin kritis serta bercermin terhadap apa yang terjadi.
Sederet film telah ia buat, diantaranya “The Heroes and The Land” (2001), “Sharing Paradise” (2005), “Weaving Stories” (2010), “The Youth Parliament” (2011), “Jadi Jagoan ala Ahok” (2012) dan “Akar” (2013).
Dia juga menjadi produser “Rising from Silence” yang meraih Piala Citra untuk kategori film dokumenter pendek terbaik 2018.
“Sejak 2015 saya cukup jarang bikin film karena tugas di In-Docs untuk menjadikan platform (film dokumenter), tugas saya enggak bikin film, tapi bikin ekosistem biar film-film ini semakin terhubung, semakin berdampak,” kata Amelia yang saat ini ingin fokus membuat ekosistem film dokumenter semakin kondusif.