JAKARTA-Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengakui, hubungan Indonesia dengan China sering dinyinyirin, bahkan mengundang protes terkait investasi dan tenaga kerja asal Negeri Tirai Bambu ini
Padahal, kata Luhut, salah satu strategi pemerintah untuk menjaga perekonomian adalah memelihara hubungan dengan negara-negara besar seperti China, Amerika Serikat dan Timur Tengah.
Luhut mengatakan, di era Presiden Jokowi, hubungan Indonesia dengan tiga kekuatan global tersebut cukup baik.
Baca Juga:Yasonna Laoly: Jhon Kei Langgar Peraturan Bebas BersyaratAkui Peringatan Dini Belum Maksimal, BMKG Minta Maaf ke DPR
“Kadang kita nyinyir lihat China. Tapi China itu 18 persen mengontrol ekonomi dunia. Suka tidak suka, kita tidak bisa ignore keberadaan dia. Ini punya dampak. Apalagi jarak kita dekat dengan dia,” kata Luhut saat rapat dengan Badan Anggaran DPR di Jakarta, kemarin.
Luhut mengungkapkan, kerja sama dengan China di bidang investasi terus meningkat.
Menurutnya, negara itu mematuhi lima kriteria yang diberikan untuk masuk ke Indonesia.
“Satu, dia harus bawa teknologi. Dua, dia harus teknologi transfer. Tiga, dia harus added value. Keempat, harus melakukan business to business atau b to b dari tiap itu, dan kelima harus menggunakan tenaga kerja kita sebanyak mungkin,” ungkapnya.
Sementara untuk tenaga kerja, Luhut menilai, tidak punya engineer yang cukup dalam teknologi. Jadi, perlu membangun sumber daya manusia untuk menyongsong masuknya investasi.
“Kita siapkan buat politeknik sehingga sekarang ada tiga politeknik di Indonesia Timur,” ujarnya.
Bukan hanya China, dua negara lainnya yaitu Amerika Serikat dan Timur Tengan punya andil besar untuk kembali mendorong ekonomi Indonesia setelah dihantam Covid-19.
Baca Juga:Polisi Amankan 25 Orang Termasuk John Kei Kasus Penganiayaan Green Lake City456. 256 Pemilih Baru
“Sekarang di zaman Presiden Jokowi saya kira hubungan kita dengan tiga ini (China, UEA, AS) saya boleh katakan sangat baik. dengan Abu Dhabi saya pikir baru pertama kali ada investasi yang masuk hampir 20 miliar dolar AS sepanjang sejarah Republik ini. Dan itu semua on going,” tegasnya.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakn, kalau melihat gaya investasi China di Indonesia, contohnya investasi nikel di Morowali yang tidak mengindahkan kualitas lingkungan hidup, kualitas perlakuan terhadap pekerjanya dan mengabaikan keselamatan pekerjaan yang di bawah standar, jelas meresahkan.