“Itu terjadi ketika Sjahrir ditahan bersama Sultan Hamid dan beberapa orang pimpinan Masyumi. Selama dalam tahanan, Sjahrir menderita sakit darah tinggi. Pada suatu hari, ketika berada di kamar kecil, ia jatuh pingsan. Satu-satunya orang yang melihat kejadian ini lewat jendela kamar tahanan Sjahrir adalah Sultan Hamid. Ia masuk ke kamar Sjahrir dan mengangkatnya dari atas kloset ke tempat tidurnya, dan kemudian membersihkan badannya dari semua kotoran yang melekat. Cerita ini saya dengar dari Sjahrir sendiri ketika saya mengunjunginya di tempat tahanan.”, ujar Hamid.
Lanjutnya, “..setelah meceritakan semua itu, Sjahrir berkata, “Mid, kamu ingat pendapat saya tentang Sultan Hamid di masa lalu? Sejak peristiwa kepingsanan saya itu, saya perlu mengoreksi pendapat saya. Dia orang yang baik hati.” Ketika Sjahrir meninggal dunia dan Sultan Hamid hadir untuk mengangkat jenazahnya, saya merasa berkewajiban untuk menyampaikan pendapat Almarhum tentang dirinya, dan menyampaikan padanya penghargaan Sjahrir yang tinggi atas pertolongannya di tahanan yang diberikan secara spontan. Sultan Hamid tampak sangat terharu mendengarnya..”.
Kesan Hamid Algadri, ayah dari Nono Anwar Makarim ini, kemudian tak berpunggung badan dengan apa yang disampaikan oleh Sutan Sjahrir. Menurutnya, di buku yang ditulisnya tersebut, bahwa Sultan Hamid II adalah orang yang baik, bahkan seorang patriot. “..Ia seorang yang berani mengambil risiko, tapi karena latar belakangnya, ia selalu menghadapi dilema dalam mengambil keputusan politik, yakni dilema antara sumpah setianya pada Ratu Belanda dan kepatriotannya yang memang alami. Dalam rapat-rapat gabungan komisi-komisi militer, ia tak jarang memihak sepenuhnya pada Republik, untuk kemudian dalam rapat yang lain menentang keras pendapat Republik..”, tandas Hamid.
Baca Juga:Imam Nahrawi Sebut Taufik Hidayat Pernah Menerima Uang Rp 7,8 Miliar untuk Urus Kasus di KejagungDuduk Perkara Bentrokan Berdarah Militer India-China Menggunakan Pentungan Paku dan Batu, bukan Senjata
Hal di atas jelas, menggambarkan bagaimana patriotnya seorang Sultan Hamid II. Tegas berprinsip, namun humanis dalam interaksi bersama para bapak bangsa. Kalau dianggap tak berprikemanusiaan, tak mungkin Sultan Hamid II menolong Sutan Sjahrir ketika terkapar sakit seperti yang dijelaskan Hamid Algadri dalam memoarnnya itu. Sultan Hamid II memang memiliki kekurangan-kekurangan dalam dirinya sebagai manusia. Tapi, itu juga dimiliki oleh pahlawan-pahlawan bangsa lainnya di Indonesia. Tak ada manusia sempurna. Tapi yang utama, Sultan Hamid II bukanlah seorang yang keji seperti diceritakan oleh para pendendam-pendendam yang ada di negara kita saat ini. Sultan Hamid II berhati besar, walaupun dijungkirbalikkan pihak-pihak yang menstereotipekan karakternya sebagai seorang yang buruk.