JAKARTA-Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken peraturan yang kontroversial di tengah wabah virus corona COVID-19.
Setelah rencana kenaikan ulang BPJS, Peraturan Pemerintah Tabungan Perumahan Rakyat (PP Tapera) dikeluarkan oleh pemerintah pada Selasa 2 Juni 2020.
Dikutip beritaradar.com dari Antara, PP No. 25 Tahun 2020 itu merupakan jaminan penyediaan rumah layak huni bagi pekerja di Indonesia.
Baca Juga:Bank Dunia: Pandemi Timbulkan Goncangan Besar Picu Keruntuhan Ekonomi GlobalGerak JAD di Kalsel dan Cirebon Terlacak
Pengelolaan dari dana tabungan tersebut akan dikelola oleh pemerintah melalui Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).
Sayangnya, program tabungan perumahan rakyat (tapera) tidak hanya akan memberatkan pekerja dan pengusaha. Kebijakan baru pemerintah itu juga dinilai tidak mudah dijalankan serta berpotensi terjadi tumpang-tindih program.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira Adhinegara mengatakan, tapera dirilis pada saat yang tidak tepat. Hal tersebut memberikan dampak psikologis yang negatif bagi pekerja dan pemberi kerja. ”Apa yang membuatnya janggal adalah karena penerapannya justru saat krisis ekonomi dan pandemi. Padahal, saat ini buruh banyak yang dipotong upah, dirumahkan, bahkan di-PHK,” ujar Bhima kemarin (6/6).
Selain itu, menurut Bhima, substansi jaminan pembayaran perumahan seperti yang menjadi misi tapera tidak semudah yang dibayangkan. Alasan utamanya adalah permasalahan backlog. Suplai hunian tidak akan sebanding dengan jumlah pekerja yang membutuhkan tempat tinggal. ”Kemudian, soal syarat bisa saja dipersulit sehingga tidak semua pekerja bisa memiliki rumah,” kata dia.
Bagi pekerja yang sudah punya rumah, uangnya akan dipupuk dan bisa diambil saat masa pensiun. ”Ini kan sama aja dengan JHT (jaminan hari tua) di BPJS Ketenagakerjaan. Jadi, ada risiko tumpang-tindih dalam pengelolaan iuran tapera,” ulas Bhima.
Di sisi lain, keluarnya program tapera dalam kondisi ekonomi yang tidak bagus justru memunculkan pertanyaan. Salah satunya, kemungkinan dana kelolaan tapera dialihkan pada utang. Bhima menyebut demikian lantaran dalam pasal 27 PP Tapera disebutkan bahwa dana bisa diinvestasikan ke surat utang pemerintah. ”Secara tidak langsung pekerja dan pemberi kerja diminta iuran untuk membeli surat berharga negara (SBN). Ini dilakukan karena pemerintah sedang cari sumber pembiayaan baru di tengah pelebaran defisit anggaran,” terang dia.