JAKARTA-Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terus memonitor rentetan gempa yang terjadi secara beruntun di Selat Sunda sejak Minggu malam, 7 Juni 2020.
“Saat ini BMKG masih terus memonitor apakah fenomena kegempaan di Selat Sunda ini hanya sebatas gempa swarm biasa yang kemudian berakhir dengan sendirinya, atau kemungkinan berlanjut sebagai gempa pendahuluan (foreshocks),” kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono di Jakarta, Senin.
Jika sampai Senin malam tidak ada aktivitas lagi maka sangat kecil kemungkinan merupakan gempa pendahuluan, lanjut Daryono. “Harapan kita aktivitas itu hanyalah gempa swarm biasa dan berakhir tanpa ada sesuatu yang tidak diharapkan.”
Baca Juga:Terduga Teroris Cirebon, Polisi: Perekrut Kader Jamaah Islamiyah (JI)Gugus Tugas Covid-19 Atur Syarat Perjalanan Warga saat Normal Baru, Unduh dan Aktifkan Aplikasi Peduli Lindungi
Pada Minggu malam di wilayah Selat Sunda bagian selatan terjadi fenomena kebumian yang menarik, di mana BMKG mencatat adanya rentetan aktivitas gempa tektonik yang terjadi secara beruntun.
Gempa pertama terjadi pada pukul 19.04 WIB dengan magnitudo 2,9. Enam belas menit kemudian terjadi lagi gempa dengan magnitudo 3,3. Aktivitas gempa ini terus terjadi sambung menyambung.
Rentetan gempa tektonik ini memiliki magnitudo yang bervariasi. Magnitudo gempa yang paling besar 3,9 dan yang paling kecil 2,9 membentuk gerombolan atau kluster episenter.
Menariknya lagi bahwa kluster seismisitas ini terletak pada pusat gempa dengan magnitudo 5,0 yang terjadi pada Sabtu, 11 April 2020.
Jika mencermati lokasi sebaran episenter terkait dengan peta tektonik Selat Sunda, tampak bahwa rentetan aktivitas gempa ini terletak pada jalur Sesar Semangko yang menerus ke laut.
Namun demikian, struktur sesar di zona ini tampaknya sudah bukan lagi didominasi sistem sesar mendatar (strike slip fault), tetapi sudah berubah menjadi beberapa struktur sesar turun (normal fault) karena adanya mekanisme pull-apart yang membentuk basin/graben Selat Sunda.
Graben Selat Sunda ini terbentuk karena adanya fenomena peregangan dampak dari bagian Pulau Sumatra yang bergerak searah jarum jam dengan menjadikan zona Selat Sunda sebagai porosnya.
Baca Juga:Ada Nenek Sihir pada Wajah APBN Covid 19KPK Bantah Tudingan Novel Baswedan ‘Sandera’ Nurhadi
Hingga Senin pagi tercatat ada sembilan aktivitas gempa tektonik yang mengkluster di Selat Sunda. (Antara)