Alasan kedua, lanjut Ikrama, strategi penanganan Covid-19 diubah. Sejak awal pandemik, strategi penanganan penyebaran bersifat top down. Dengan diikuti keputusan PSBB, masyarakat diminta tetap di rumah, dan pemerintah secara aktif melakukan kontrol terhadap penyebaran virus. Melakukan tes virus terhadap mereka yang punya gejala, melacak sejarah kontak, dan melakukan perawatan.
Sejauh ini, strategi yang dilakukan memang menunjukan penyebaran virus relatif terkontrol. Namun, strategi ini membutuhkan waktu lama. Mengingat populasi Indonesia yang padat dan geografisnya yang berpulau-pulau.
“Butuh peran serta masyarakat yang lebih luas untuk mengontrol penyebaran virus. Kontrol penyebaran bisa dilakukan secara bottom-up,” kata dia.
Baca Juga:Saad al-Jabri, Tokoh Kunci Andalan Intelijen Barat Target Putra Mahkota Arab Saudi MBSPastikan Tak Terkait Teror Diskusi FH UGM, Muhammadiyah Klaten Mendesak Polisi Usut Tuntas
Artinya, lanjut Ikrama, kontrol penyebaran virus secara aktif dilakukan oleh level organisasi paling bawah yang bersentuhan dengan masyarakat yaitu RT/RW ataupun desa. Sehingga tak perlu lagi menutup wilayah atau kota yang lebih luas.
Jika terdapat wilayah yang dikategorikan zona merah penyebaran virus, wilayah tersebut dikontrol lebih ketat. Kontrol berbasis klaster seperti ini memang mensyaratkan adanya peta wilayah yang akurat dari pemerintah. Mana wilayah yang hijau (tak ada kasus), kuning (sedikit kasus), dan merah (banyak kasus).
Ia menambahkan, Bali merupakan model strategi berbasis pengawasan grassroot. Bali melibatkan komunitas adat dan perangkat organisasi paling bawah yaitu RT/RW untuk mengawasi penyebaran virus. Sehingga walaupun tanpa memberlakukan PSBB, data harian di Bali sejak awal Mei 2020 hingga saat ini menunjukan tren menurun. Data rata-rata kematian akibat Covid-19 di Bali juga lebih rendah dibanding data rata-rata kematian di level nasional.
Alasan ketiga, ekonomi juga harus ditumbuhkan. Indonesia perlu menjaga keseimbangan antara kesehatan tubuh dan kesehatan ekonomi. Para ekonom telah menunjukan bahwa pandemi Covid-19 juga ikut memperburuk kondisi ekonomi. Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) merilis data bahwa per April 2020, sekitar 2 juta orang telah di PHK. Namun, Kadin menyampaikan bahwa data riil PHK bisa mencapai 15 juta orang dari data Kemnaker. Karena mayoritas pelaku usaha kecil-menengah yang terdampak biasanya tidak melaporkan data mereka ke pemerintah.