DALAM laporan Al Jazeera, kini ada 420.000 Palestina yang tinggal di Yerusalem Timur namun tidak diberi kewarganegaraan Israel. Mereka diberi kartu identitas “tinggal permanen”. Mereka punya paspor Yordania sementara namun tanpa nomor identifikasi nasional.
Artinya, mereka juga bukan warga Yordania penuh. Mereka memerlukan izin kerja untuk bekerja di Yordania dan tidak memiliki akses terhadap layanan dari pemerintah, semisal potongan biaya pendidikan dan hak-hak lain.
Selain itu, orang-orang Palestina di Yerusalem diharuskan membayar pajak, seperti pajak asuransi nasional, untuk layanan yang hampir tidak mereka terima. Hanya 59 persen dari mereka yang terhubung ke jaringan air resmi kota. Sementara 140.000 penduduk Palestina terputus dari bagian kota lain karena tembok pemisah bikinan Israel.
Baca Juga:Perbincangan Telepon Menlu Pompeo dengan Menlu Indonesia Retno MarsudiDibalik Data Sebaran Corona Jawa Timur
Kebutuhan pokok lain yang tergadai aneksasi adalah rumah. Aneksasi Israel memaksa banyak penduduk Palestina memilih pergi dari Yerusalem. Jika pun menetap, siap-siap akan didesak hingga lahannya jatuh ke pihak Israel. Kini 86 persen bagian Yerusalem dikontrol Israel dan 200.000 rumah penduduk Israel dibangun di atas tanah orang Palestina. Sementara itu 2.000 di antaranya tinggal di tengah-tengah lingkungan Palestina dan mendapat perlindungan dari tentara.
Amerika Serikat adalah negara sahabat terpenting Israel dan hal ini sudah bukan rahasia lagi. Pejabat Israel punya lobi yang luar biasa keras di Gedung Putih sehingga kebijakan-kebijakan yang tercipta bisa menguntungkan negaranya. Dalam catatan CNN, Amerika Serikat selama ini sama seperti negara lain, yakni menempatkan kantor kedutaannya di Tel Aviv sebagai ibukota de jure Israel—bukan Yerusalem.
Titik balik dari kebijakan luar negeri AS terhadap konflik Israel-Palestina terjadi pada tahun 1989 saaat Israel mulai menyewa tanah di Yerusalem untuk kedutaan AS yang baru. Sampai hari ini proyek ini belum dikembangkan, dan tanahnya masih melompong.
Kemudian pada 1995 muncul keputusan penting di Kongres AS, yakni pengesahan undang-undang agar AS mesti memulai pendanaan dan pemindahan kedutaan besar negara dari Tel Aviv ke Yerusalem, paling lambat 31 Mei 1999. Realisasi UU ini juga berlaku sebagai tanda penghormatan untuk kebijakan Israel yang memutuskan Yerusalem sebagai ibukota mereka.