“Dewas harus menjelaskan hal tersebut secara gamblang, bahkan perlu segera merevisi keputusannya. Kok bisa rekam jejak komprehensif calon Dirut bisa luput dari perhatian dalam proses pemilihan Dirut TVRI, jabatan publik yang sangat strategis dan dibiayai oleh APBN,” ujar HNW dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (29/5).
HNW sapaan akrabnya mengingatkan bahwa setiap penyelenggara negara harus tunduk kepada TAP MPR RI No. VI/MPR/2001 Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Di dalam TAP itu, salah satu poinnya adalah pentingnya etika sosial dan budaya, yaitu dengan ‘perlu menumbuhkembangkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.’
“Disayangkan sekali, Rekam Jejak calon Dirut TVRI yang baru sebagai eks kontributor Majalah Playboy Indonesia tidak menggambarkan hal itu. Apalagi, terkait majalah tersebut, dari pimpinan redaksi hingga beberapa modelnya pernah diproses secara hukum, berkaitan dengan delik kesusilaan,” kata HNW lagi.
Baca Juga:Bagaimana ‘Jakarta’ Menjadi Kata Kunci untuk Pembunuhan Massal yang Didukung Amerika SerikatFinal Coppa Italia 17 Juni
Lebih lanjut, Anggota Komisi VIII DPR RI yang salah satunya membidangi urusan keagamaan ini menilai bahwa pengangkatan Dirut TVRI dengan rekam jejak seperti itu yang tidak sesuai dengan budaya beragama di Indonesia, justru akan membuat gaduh dan resah di tengah masyarakat yang lagi terkena status darurat kesehatan nasional covid-18.
“Masyarakat yang mestinya dibantu dengan hadirnya kebijakan-kebijakan yang membanggakan dan menenteramkan agar menguatkan religiusitas, dan harapan serta kepercayaan pada institusi negara, dan karenanya akan berkontribusi mengatasi Covid-19, anehnya malah kembali disodori keputusan yang menimbulkan kontroversi,” tuturnya.
Apalagi, lanjut HNW, dengan posisi dimana warga diminta bekerja dan belajar dari rumah saja, tentu salah satu kegiatan yang mereka rujuk adalah tayangan TV, terutama TVRI yang bisa menjangkau masyarakat Indonesia secara sangat luas hingga ke seluruh pelosok Indonesia.
“Nah kalau Direkturnya berlatar belakang negatif seperti itu, tentu bisa membuat keresahan dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi itu berkurang,” tuturnya.
Menurut HNW, masih banyak kalangan profesional dengan track record lebih baik, yang bisa membuat kebijakan tayangan TVRI yang positif, konstruktif dan edukatif sesuai TAP MPR soal ethika kehidupan berbangsa dan bernegara itu.