Nantinya pengungsi Palestina yang terusir dari kampung halamannya dalam perang 1948 dan 1967, tidak lagi berhak kembali ke tempat yang kini berada di dalam wilayah Israel. Bantuan lembaga pengungsi PBB, UNRWA, terhadap Palestina juga akan dihentikan secara otomatis dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut.
Netanyahu mengatakan jika Palestina menyetujui dan mematuhi semua butir perjanjian damai itu, maka “mereka bisa memiliki sebuah entitas sendiri yang didefinisikan sebagai sebuah negara oleh Presiden Trump.”
Tapi meski peta jalan damai versi Trump membebaskan Irael untuk mencaplok 30 persen wilayah Palestina, rencana yang diajukan pemerintahan Netanyahu hanya mencakup wilayah seluas 20 persen, lapor Haaretz.
Baca Juga:Jadi Dirut TVRI, Imam Brotoseno Blak-blakan Soal Majalah PlayboyBerpotensi Menyesatkan, Cuitan Trump Soal Minneapolis Disembunyikan Twitter
Saat ini sebuah komite bentukan Israel dan Amerika Serikat sedang menggodok peta baru yang secara detail menggambarkan pembagian wilayah kedaulatan. Namun proses tersebut tidak melibatkan perwakilan Palestina.
Picu Kecemasan
Sebagai reaksi, Otoritas Palestina membatalkan semua perjanjian yang dibuat dengan Israel dan Amerika Serikat. Koordinasi keamanan, antara lain pertukaran informasi, juga tidak lagi dilakukan. Buntutnya Israel dikabarkan melarang polisi Palestina masuk ke wilayah yang didudukinya.
Kedutaan Besar AS juga memperingatkan warganya untuk tidak lagi memasuki kawasan Tepi Barat Yordan menyusul ancaman keamanan. Rencana aneksasi oleh Israel diyakini akan memicu ketegangan baru dengan warga Palestina, dan memicu tindak kekerasan di kawasan padat wisatawan.
“Pemerintah melarang keras pegawai kedutaan melakukan perjalanan pribadi keTepi Barat Yordan,” demikian tulis perwakilan AS di Yerusalem Barat dalam sebuah memo keamanan, Kamis (28/5).
Eskalasi konflik di Tepi Barat memicu kekhawatiran di negeri jiran.Yordania, satu dari dua negara Arab yang berdamai dengan Israel, mewanti-wanti munculnya “konflik besar” jika Tel Aviv mengimplementasikan rencana tersebut
Komisioner urusan Luar Negeri Uni Eropa, Joseph Borell, mengatakan pihaknya akan menggunakan semua jalur diplomasi untuk mencegah aksi sepihak Israel. Dalam sebuah pertemuan virtual bersama menteri-menteri luar negeri UE pertengahan Mei silam, Borell mendesak agar Eropa “bekerjasama mencegah insiatif ke arah aneksasi.”
Rencana pemerintah Israel juga dikritik di dalam negeri. Di laman editorialnya, harian liberal Haaretz misalnya akat “mungkin tidak mengetahui implikasi praktis dari rencana ini terhadap keseharian mereka, dan ancaman yang tersimpan di balik langkah tersebut.” (AP/AFP/Reuter/Haaretz/Jerusalem Post)