Dua alasan ini seolah menyiratkan pesan bahwa ketika ada data di suatu daerah landai, belum tentu data itu nyata adanya, jikalau daerah setempat belum melakukan tes cepat massal. Sebab, klaim dari dua daerah itu bahwa ukuran sebenarnya data COVID-19 adalah setelah dilakukan tes massal, sehingga alasan ini masuk akal karena acuan yang disampaikan adalah berbasis data.
Namun demikian, bisa saja data yang muncul di Jatim adalah data permukaan, sebab kegiatan tes massal tidak berbanding lurus dengan jumlah penduduk yang ada. Artinya, bisa juga data yang muncul merupakan fenomena gunung es, yang hanya terlihat di permukaan, namun sebenarnya lebih banyak.
Utak-atik data inilah yang sebenarnya membuat data sebaran COVID-19 di Indonesia tidak nyata adanya, sebab jikalau ingin sempurna dan menunjukkan data sebenarnya, maka setiap satu penduduk wajib menjalani rapid test, sehingga akan muncul ke permukaan data asli COVID-19. Namun pertanyaanya apakah pemerintah sanggup melaksanakan?.
Baca Juga:Masjid Istiqlal Belum Gelar Salat JumatGeopolitik Gangster dan Rencana Aneksasi Israel, Menlu Retno Hubungi Sejumlah Orang Penting
COVID-19 adalah musuh yang tidak nyata terlihat atau tidak kasat mata, sehingga perang melawan COVID-19 tidak sama seperti perang melawan pasukan tempur di medan perang.
Seperti prinsip budayawan Emha Ainun Nadjib atau yang akrab disapa Cak Nun; “kita manusia lebih banyak tidak tahunya daripada yang kita ketahui”, baik mengenai alam atau pun mengenai makhluk super mikro yang bernama COVID-19.
Rumus kurva
Beberapa pengamat mengaku optimistis bahwa setelah grafik atau kurva sebaran COVID-19 naik tinggi, akan terus melandai dan turun, itulah sebuah rumus kurva sesuai dengan pengalaman-pengalaman terdahulu.
Namun tunggu dulu, optimisme itu boleh tapi perlu didukung dengan sikap istiqomah atau konsistensi diri yang tinggi, sebab jikalau hanya bersandar pada rumusan yang dibuat ahli tanpa adanya tanggung jawab diri, maka nol hasilnya.
Sebab, makhluk yang bernama COVID-19 ini juga telah mematahkan rumusan yang dibuat oleh manusia selama ini, yang menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk sosial, namun kini wajib menjadi makhluk individual, dalam artian ruang kecil keluarga atau golongan. Artinya, sosial yang digencarkan selama ini harus berbalik menjadi individual.