SEBUAH kisah yang ditulis Vincent Bevins, seorang jurnalis Amerika yang bekerja di Inggris untuk Financial Times, di Brazil untuk The Los Angeles Times, dan di Asia Tenggara untuk The Washington Post memaparkan bulan Mei 1962, seorang gadis bernama Ing Giok Tan naik perahu tua berkarat di Jakarta, Indonesia. Negaranya (salah satu yang terbesar di dunia) telah ditarik ke dalam pertempuran global antara kapitalisme dan komunisme, dan orangtuanya memutuskan untuk melarikan diri dari konsekuensi mengerikan yang ditimbulkan oleh konflik tersebut bagi keluarganya.
“Mereka berlayar ke Brasil, setelah mendengar dari orang Indonesia lain yang telah melakukan perjalanan, tempat ini menawarkan kebebasan, kesempatan, dan istirahat dari konflik. Namun, mereka hampir tidak tahu apa-apa tentang itu. Brasil hanya bayang-bayang bagi mereka, dan itu sangat jauh,” tulis Vincent Bevins dalam artikelnya berjudul How ‘Jakarta’ Became the Codeword for US-Backed Mass Killing.
Dalam tulisan tersebut, dilukiskan mereka menderita kecemasan dan mabuk laut selama 45 hari, mereka berjalan melewati Singapura, melintasi Samudra Hindia ke Mauritius, melewati Mozambik, sekitar Afrika Selatan, dan kemudian melintasi Atlantik ke São Paulo, kota terbesar di Selatan Amerika.
Baca Juga:Final Coppa Italia 17 JuniLiga Besar Eropa Siap Bergulir Kembali
Jika berpikir dapat melarikan diri dari kekerasan perang dingin, mereka secara tragis keliru. Dua tahun setelah mereka tiba, militer menggulingkan demokrasi muda Brasil dan membentuk kediktatoran yang keras. Setelah itu, para imigran Indonesia yang baru di Brasil menerima pesan dari rumah, yang menggambarkan adegan paling mengejutkan yang bisa dibayangkan, ledakan kekerasan yang begitu menakutkan, sehingga mendiskusikan apa yang terjadi pun, akan membuat orang hancur. Ini mempertanyakan kewarasan mereka sendiri.
Semua laporan itu benar. Setelah pembantaian apokaliptik di Indonesia, sebuah negara muda yang berserakan dengan mayat-mayat yang dimutilasi muncul sebagai salah satu sekutu Washington yang paling dapat diandalkan, dan kemudian sebagian besar menghilang dari sejarah, tulis Vincent Bevins dalam bukunya The Jakarta Method: Washington’s Anticommunist Crusade and the Mass Murder Program that Shaped Our World.