JAKARTA-Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengungkap tiga asumsi yang melandasi mengapa masyarakat nekat mudik di tengah imbauan pemerintah untuk tidak mudik pada Lebaran 2020 ini.
“Mei 2020, kami sampaikan yang perlu kita antisipasi adalah H-15 atau H-16. Karena masyarakat yang nekat mudik punya asumsi. Pertama, mereka merasa sehat begitu sampai di kampung. Lalu langsung isolasi 14 hari sehingga ada kesempatan untuk bisa berlebaran di tanggal 1 Syawal,” ucap Ketua Umum MTI, Agus Taufiq Mulyono, dalam diskusi virtual bertajuk “Early Warning Mobilisasi Saat Lebaran Terhadap Bahaya Penularan Covid-19” di Jakarta, Jumat (22/5/2020).
Agus mengatakan, asumsi kedua yang memicu banyak masyarakat nekat mudik pada H-15 kemarin, karena masyarakat sudah mendapat Tunjangan Hari Raya (THR). Faktor lainnya disebabkan oleh beredarnya isu pelonggaran PSBB. “Isu-isu penting ini yang menyebabkan banyak orang nekat mudik H-15 kemarin. Paling besar di H-15,” ucap Agus.
Baca Juga:Tok! 1 Syawal 1441 H Jatuh Hari AhadRumah Sakit Rujukan Infeksi Virus Corona di Indonesia
Menurut Agus, masyarakat yang nekat mudik ini selalu merasa sehat padahal sebetulnya mereka adalah carrier. Buktinya ketika larangan mudik tidak dipatuhi, muncul kemudian indikasi penularan Covud-19 di kota-kota kecil, kota-kota kabupaten dan kecamatan. Selain itu, daerah-daerah yang menjadi tujuan orang dalam pengawasan (ODP) juga mengalami kenaikan.
“Pemda panik, dan bingung. Semakin panik, dan semakin bingung karena sudah mulai terbatas dana operasional perlengkapan petugas dan sebagainya,” ungkap Agus.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio menyatakan, sejak Februari lalu pihaknya sudah menyampaikan early warning kepada pemerintah untuk menutup sejumah bandara. Namun, pemerintah menolak karena alasan turis asal Tiongkok jumlahnya banyak.
“Kita bicara early warning, hari ini saya terima kabar penambahan yang terinfeksi Covid-19 sebanyak 973. Naik kira-kira 50 persen dari kemarin yang hanya 600 sekian, sekarang sudah 973. Jadi sudah mulai bergerak virus itu ke daerah yang banyak dari Jawa Timur. Saya tidak tahu berapa yang diuji karena seharusnya yang diuji 10.000 per 1 juta penduduk. Sementara kita masih di bawah 5.000 atau 4.000 sekian maksimum,” kata Agus Pambagio.
Menurut Agus, mengingat angka pengujian belum masuk ke standar, agak sulit untuk memperkirakan posisi Indonesia. Bahkan, sejumlah negara disebutkan sudah memberikan early warning bahwa orang Indonesia atau memiliki paspor Indonesia dan berdomisili Indonesia tidak diizinkan masuk. “Kalau ini sampai terjadi, kita seperti orang diisolasi di kancah global,” tegas Agus Pambagio. (*)