JAKARTA-Aktivis’98 Adian Napitupulu membuat catatan kecil berkaitan dengan 22 tahun Gerakan Reformasi, Selasa (19/5).Dalam tulisannya, Sekjen Persatuan Nasional Aktivis (PENA) 98 itu membuat komparasi antara perjuangan aktivis’98 dengan aktivis 66.
Tulisan tersebut diberi judul ‘Generasi Yang Tak Diinginkan’, sebuah perbandingan antara yang disayang dan yang dibuang.
Politikus PDI Perjuangan ini mengawali tulisannya dengan menceritakan peristiwa yang terjadi pada 1966 lalu. Suatu hari, gemuruh truk militer dan panser meraung, membelah jalan berdebu mengangkut mahasiswa untuk berdemonstrasi.
Baca Juga:Ramai Fenomena Matahari ‘Lockdown’, Ini Penjelasan LAPANPeneliti LAPAN Ungkap Puncak Aktivitas Matahari Diperkirakan 2024 Picu Gangguan Komunikasi
Dalam rangkaian peristiwa dari zaman bergolak itu, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Arief Rachman Hakim dan mahasiswa Unversitas Parahyangan (Unpar) Julius Usman tertembak dan meninggal dunia.
Tidak lama kemudian melalui ketetapan MPRS no XXIX tanggal 5 Juli 1966, Arif Rachman Hakim ditetapkan sebagai Pahlawan Ampera dan kemudian menjadi salah satu nama jalan di Kota Depok.
Sementara Julius Usman juga di tetapkan sebagai Pahlawan Ampera oleh Pangdam VI Siliwangi Mayjen H.R Dharsono lalu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra Bandung.
Satu hamparan dengan Makam Ernest Douwes Dekker dan Kol A.E. Kawilarang.
Selanjutnya nama Julius Usman diabadikan sebagai nama jalan di Kota Malang.
Pada 12 Maret 1967, Soeharto dilantik menjadi presiden dan di tahun yang sama sekitar 14 aktivis mahasiswa diangkat Soeharto menjadi anggota Parlemen (DPR GR) tanpa melalui pemilu.Yaitu, Slamet Sukirnanto, T Zulfadli, Fahmi Idris, Mar’ie Muhammad, Firdaus Wadjdi, Soegeng Sarjadi, Cosmas Batubara, Liem Bian Khoen, Djoni Simanjuntak, David Napitupulu, Zamroni, Yozar Anwar, Salam Sumangat, dan Rahman Tolleng.
Hampir di setiap periode pemerintahan Soeharto aktivis 66 ada yang ditempatkan menjadi menteri.Antara lain, Abdul Gafur (Menpora), Abdul Latief (Menaker), Cosmas Batubara (Menteri Perumahan Rakyat), Mar’ie Muhammad (Menteri Keuangan), Akbar Tanjung (Menpora), dan Fuad Bawazier (Menteri Keuangan).
Baca Juga:Gempa Pangandaran Akibat Aktivitas Lempeng Indo-Australia, Menyusul JogjaKonser BPIP Langgar Physical Distancing, Bamsoet: Saya Minta Maaf
Selain diangkat menjadi anggota parlemen dan menteri, tidak sedikit juga aktivis 66 yang diangkat menjadi duta besar.
Bahkan, ada yang diberi kemudahan dan kesempatan menjadi pengusaha dan konglomerat.
Selama 33 tahun Soeharto berkuasa, penanaman modal asing merajalela hampir tanpa batas.