JAKARTA-Sejumlah tenaga medis di Indonesia menumpahkah kekesalan terhadap apa yang mereka sebut sebagai kebijakan pemerintah yang “berpotensi memperluas penyebaran Covid-19” dengan menggunakan tagar #Indonesiaterserah di media sosial.Beberapa kebijakan yang disoroti tenaga medis di antaranya adalah pengecualian pergerakan masyarakat keluar kota hingga diperbolehkannya warga berusia di bawah 45 tahun di 11 sektor yang dibolehkan kembali bekerja di kantor.Di sisi lain, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Dokter Brian Sriprahastuti, menanggapi hal itu dengan menegaskan bahwa pemerintah tetap konsisten menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).“[Sesuai] prinsip PSBB, individu masih boleh beraktivitas tapi dibatasi, termasuk work from home (bekerja dari rumah) dengan pengecualian,” ujarnya dalam pesan tertulis pada BBC News Indonesia, hari Jumat (15/05).Pakar kesehatan masyarakat Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Joko Mulyanto, turut membagikan satu foto tenaga kesehatan yang memegang kertas bertuliskan “Indonesia terserah, suka-suka kalian” di akun Twitter-nya, hari Kamis (14/05).Joko mengatakan foto itu bukan miliknya, tapi beredar di salah satu grup WhatsApp tempat ia bergabung.Cuitan itu dibagikan lebih dari 11.000 orang dan disukai lebih dari 24.000 orang hingga Jumat (15/05) sore.Ia mengatakan terkejut foto itu dibagikan begitu banyak orang di media sosial.“Dalam pandangan saya, [foto] itu di-retweet dan di-like begitu banyaknya orang, berarti kegelisahan itu memang mungkin menjadi concern (perhatian) banyak orang di media sosial,” kata Joko.Bagikan ‘kekecewaan’ di media sosialEvi Rismawati, seorang tenaga kesehatan di salah satu puskesmas di Surakarta, Jawa Tengah, ikut membagikan fotonya yang memegang tulisan ‘Indonesia Terserah’ di akun media sosialnya.Evi, tenaga kefarmasian di puskemas itu mengatakan ia menyayangkan kebijakan pemerintah.“Kecewa sama kebijakan pemerintah yang cenderung tumpang tindih. Yang ‘A’ bilang begini, yang ‘B’ bilang begini, jadi mereka nggak sinkron satu sama lain,” ujar Evi.“Itu kan menyulitkan kami yang [bekerja] di [pelayanan] kesehatan. Kalau misalnya ada apa-apa, pasien tambah, otomatis kami yang repot.”
Salah satu kebijakan yang disorot Evi adalah terkait kebijakan larang mudik yang kontradiktif dengan pengecualian pergerakan masyarakat ke daerah lain.“Ada larangan mudik, terus tiba-tiba bandara dibuka. Itu otomatis bertolak belakang. Ngapain bikin peraturan begitu, kalau akhirnya nggak bisa dijalankan dengan maksimal?” ujarnya.Ia juga menyayangkan masih terlihatnya kerumuman di daerahnya.“Kalau ada insentif bagi tenaga kesehatan yang dibicarakan di TV, kami sama sekali belum menerima dan nggak menuntut itu. Yang penting kami [memberi] pelayanan seperti biasa,” kata Evi“Tapi kami minta tolong masyarakat harus benar-benar sadar diri bagaimana harus menyikapi hal ini. Kalau nggak terpaksa keluar rumah, jangan keluar rumah.”Jumardi, perawat di sebuah fasilitas kesehatan di Samarinda, Kalimantan Timur, ikut mengunggah foto dirinya dengan APD dengan tagar #Indonesiaterserah di media sosialnya.Jumardi, yang tak bersedia fotoya ditautkan ke laman BBC, mengatakan ia kecewa saat membaca berita bahwa pemerintah mengizinkan sekelompok orang kembali bekerja seperti biasa.“Pemerintah ingin menghambat atau memutus pandemi Covid-19, tapi justru malah membuat kebijakan yang membebaskan orang umur 45 tahun ke bawah beraktivitas seperti biasanya,” ujarnya.Jumardi mengatakan khawatir hal itu akan meningkatkan jumlah kasus positif Covid-19.“Khawatirnya ketika penderita makin banyak, [kami] takut fasilitas kesehatan tidak cukup untuk menampung pasien Covid-19 dan tenaga kesehatan kewalahan dalam penanganannya.”“Kami pakai APD tapi tetap was-was,” katanya.Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Dokter Brian Sriprahastuti mengatakan pemerintah memahami beban dan tanggung jawab para tenaga kesehatan.Pemerintah, katanya, juga terus berupaya melindungi para staf medis.“… [Pemerintah] masih berusaha keras mengatasi kendala yang ada, termasuk meningkatkan kuantitas dan kualitas penanganan klinis kasus Covid-19 supaya case fatality rate (angka kematian) turun, serta [meningkatkan] perlindungan terhadap tenaga kesehatan,” ujar Brian.Pakar kesehatan masyarakat Universitas Jenderal Soedirman, Joko Mulyanto, mengatakan ungkapan para petugas medis di sosial media itu mencerminkan kekesalah karena sejumlah kebijakan pemerintah belakangan ini.Joko, yang juga suami seorang tenaga kesehatan yang bertugas menangani pasien Covid-19, mencontohkan kebijakan pembagian bantuan sosial (bansos) di sejumlah tempat yang akhirnya menarik kerumunan.Meskipun tujuannya baik, ia mengatakan pembuat kebijakan tidak memiliki pemahaman baik mengenai cara mencegah penularan Covid-19. “Hal-hal ini membuat [tenaga medis] jadi kesal,” ujarnya.Meski begitu, Joko mengatakan yakin petugas kesehatan tak akan mundur dari tugasnya.“Kalau teman-teman pasrah dan tidak melakukan apa-apa atau malah berbalik menjadi pasif, keadaannya malah akan lebih buruk,” ujarnya.Sebagai seorang pakar kesehatan masyarakat, Joko menambahkan ia akan tetap memberi rekomendasi kepada pemerintah.“Ini ungkapan kekesalan, tapi kami nggak terus kemudian berhenti, nggak pengin melakukan apa-apa. Kami akan tetap kritis, tetap memberi rekomendasi.”Psikolog sosial, Sunu Bagaskara, mengatakan tagar #Indonesiaterserah mencerminkan rasa frustrasi tenaga medis terhadap masyarakat yang tak kunjung peduli terhadap aturan pembatasan sosial.“Dua bulan masyarakat banyak yang nggak mau mendengar arahan PSBB, nggak mau berempati ke tenaga medis yang sudah nyata-nyata banyak yang jadi korban.”“Penegakan hukum belum optimal. Pada intinya, ini memperlihatkan rasa frustrasi tenaga medis melihat hal yang yang nggak sesuai dengan apa yang mereka inginkan [agar masyarakat tinggal di rumah].”Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Dokter Brian Sriprahastuti meminta para tenaga medis tak menyerah dengan keadaan yang ada.“Jangan menyerah karena negara dan bangsa membutuhkan dan menghormati tenaga medis di semua lini,” katanya. (BBC)