JAKARTA-Pengamat intelijen Suhendra Hadikuntono meminta publik untuk tidak memojokkan Presiden Joko Widodo terkait dengan keputusan pemerintah menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
“Jangan pojokkan Presiden yang saat ini sedang fokus pada banyak hal. Bila memang harus ada yang disalahkan, salahkanlah para pembisiknya,” ujar Suhendra Hadikuntono, melalui pernyataan tertulisnya di Jakarta, Kamis.
Dalam memutuskan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, CEO Hadiekuntono’s Institute itu menilai Presiden Jokowi bak menghadapi buah simalakama.
Baca Juga:Iuran BPJS Kesehatan Naik, PKS Minta Presiden Kedepankan Sisi Kemanusiaan Ketimbang EkonomiSehat atau Sakit, Kemenkeu: Peserta BPJS Kesehatan Wajib Bayar Iuran
Jika dinaikkan, kata dia, akan membebani rakyat yang saat ini ekonominya terpuruk akibat pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Akan tetapi, apabila tidak dinaikkan, keberlangsungan BPSJ Kesehatan terancam, bahkan bisa bangkrut sehingga rakyat pula yang akan menanggung akibatnya.
“Di tengah dilema itu, Presiden memang harus cepat mengambil sikap. Nah, saya melihat banyak pihak yang tidak punya kapasitas keilmuan, tetapi ingin berebut peran empati dan akibatnya fatal. Pak Jokowi itu punya komitmen dan jujur dalam membangun bangsa,” katanya.
Suhendra memandang tidak perlu seolah-olah mempertontonkan sisi kelemahan Presiden dalam hal ketatanegaraan, dan menunjukkan kelemahan komunikasi antara komponen eksekutif dan yudikatif.
Menurut Suhendra, solusinya sederhana, yakni Presiden Jokowi bisa mengundang Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Prof. Dr. Supandi yang menjadi ketua majelis hakim yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk mendiskusikan hal tersebut.
“Saya jamin Prof. Supandi bersedia karena beliau tokoh hukum yang humanis, sederhana, dan paling senior di lingkungan MA. Saya yakin jika kedua tokoh ini bertemu, selesai itu barang,” katanya.
Suhendra pun mengusulkan jalan tengah, yakni kenaikan iuran BPJS Kesehatan hanya menyangkut kelas I dan kelas II, sedangkan kelas III tidak naik.
“Analogi sederhananya, yang dinaikkan kelas I dan kelas II. Untuk kelas III, yang kerja hari ini untuk makan hari ini, tidak dinaikkan. Yang kelas I dan II kalau dinaikkan masih bisa bernapas. Kalau Kelas III dinaikkan, langsung mati, enggak ada untuk dimakan,” tandasnya.
Baca Juga:Bingung Jokowi Naikkan Iuran BPJS, Wali Kota Solo: Makan saja Susah, Apalagi untuk Melunasi TunggakanRS Mitra Keluarga Bantah Keluarkan Surat Keterangan Bebas COVID-19
Sebelumnya, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomir 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken pada hari Selasa (5/5), Presiden Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan yang mulai berlaku per 1 Juli 2020.