Gubernur Maluku Utara (Malut) Abdul Gani Kasuba fokus mencari lahan yang sesuai untuk menanam ubi-ubian berupa singkong, pisang dan sagu sebagai makanan tradisional, menyusul menipisnya stok beras yang masuk di wilayah tersebut.
“Kami tentunya memikirkan stok kebutuhan makanan bagi masyarakat, kalau kondisi Covid-19 lama, maka makanan alternatif seperti singkong, pisang dan sagu harus disiapkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, kalau stok beras akan menipis,” kata Gubernur Malut, Abdul Gani Kasuba di Ternate, Senin menanggapi menipisnya kebutuhan pangan di Malut selama pandemi Covid-19 .
Menurut dia, stok kebutuhan beras sesuai laporan Dinas Pertanian, tersedia hingga Mei 2020 dan mengalami defisit sekitar 3.100 ton yang harusnya disiapkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Baca Juga:Siang Ini, Bursa Asia MelemahSaudi Pangkas Produksi Minyak Sejuta Barrel per Hari, Ada Apa?
Gubernur menyatakan, pihaknya saat ini belum memikirkan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tetapi Pemprov Malut sedang mencari lahan untuk penanaman singkong, pisang, sagu sebagai makanan tradisional untuk kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari.
Sebelumnya, Dinas Pertanian, Provinsi Malut menyatakan, ketersediaan pangan di Malut saat ini menipis, karena secara total untuk beras selama April-Mei 2020 tersisa 8.700 ton atau defisit sekitar 3.100 ton.
Kepala Dinas Pertanian Pemprov Malut, Rizal Ismail menyatakan, saat ini, meskipun ada stok beras 4.400 ton tersimpan di Perum Bulog Ternate untuk April-Mei 2020, tetapi pada bulan Juni 2020 nanti kebutuhan beras menipis.
Menurut dia, Malut saat ini memiliki sentra produksi seperti di Wasilei Halmahera Timur (Haltim) dan Kao Barat Halmhera Utara (Halut) diikuti kabupaten lainnya seperti Halmahera Barat dan Morotai, kegiatan padi sawah sekitar 4000 hektar, tetapi produksinya bisa menutupi kebutuhan pada Agustus hingga September kalau dijual ke Ternate dan Pulau Halmahera.
Untuk itu, lanjutnya, Malut harus ada pasokan beras dari daerah lainnya seperti Sulawesi dan Jawa, karena keterbatasan kebutuhan stok beras lokal. Pihaknya melakukan gerakan Malut menanam guna meningkatkan ketahanan pangan melalui diversifikasi pangan seperti ubi-ubian, pisang dan sagu.
Sebab, kata Rizal, produksi beras di Haltim dan Halut belum bisa memenuhi kebutuhan pangan bagi masyarakat Malut. Neraca beras ada 3700 ton terkuras, sementara konsumsi masyarakat setiap orang sesuai data Susenas sebanyak 88 kg per orang/tahun. Jadi, total kebutuhan beras 109 ribu ton, tetapi ada pasokan dari Sulawesi Selatan dan Jawa Timur. (Antara)