JAKARTA-Ilmuwan China memperingatkan kemampuan mutasi virus corona baru, SARS-CoV-2, yang mungkin telah memberi dampak berbeda terhadap penyakit Covid-19 di seluruh dunia.Â
Profesor Li Lanjuan dan rekan-rekannya dari Zhejiang University mengungkapkan hal tersebut seperti dilansir South China Morning Post, Selasa (21/4).
Studi baru ilmuan yang pertama kali menyarankan lockdown Kota Wuhan, China, tempat pertama kali virus corona terdeteksi, ini menunjukkan bukti mutasi tertentu dari virus penyebab Covid-19.
Baca Juga:Ada Keluarga Hidup di Becak di Pinggir Jalan, Pak Ganjar Langsung Angkat TeleponApril-Mei, 40 Penumpang Terindikasi Positif Corona di Bandara Soekarno-Hatta
Menurut Prof Li, mutasi tertentu pada virus corona baru bisa menciptakan jenis yang lebih mematikan dari jenis lainnya. “SARS-CoV-2 telah memperoleh mutasi yang mampu secara substansial mengubah patogenisitasnya,” katanya.
Untuk menyelidiki mutasi SARS-CoV-2, Prof Li dan timnya menganalisis strain virus dari 11 pasien Covid-19 yang diambil secara acak dari Hangzhou, Provinsi Zhejiang.
Hasilnya, menunjukkan mutasi virus paling mematikan pada pasien di Zhejiang juga ditemukan di sebagian besar pasien di seluruh Eropa. Sementara strain virus corona yang lebih ringan adalah varietas dominan yang ditemukan Washington, Amerika Serikat.
Mutasi langka tri-nukleotida
Tim Prof Li mendeteksi lebih dari 30 mutasi virus corona dan sebanyak 19 mutasi atau sekitar 60% di antaranya adalah mutasi virus baru.
Mereka menemukan beberapa mutasi ini bisa menyebabkan perubahan fungsional pada spike protein virus, struktur unik di atas selubung virus yang memungkinkan virus corona mengikat sel manusia.
Untuk memverifikasi teorinya, Prof Li dan tim menginfeksi sel dengan strain virus corona yang membawa mutasi berbeda. Jenis yang paling agresif dari SARS-CoV-2 bisa menghasilkan viral load hingga 270 kali lebih banyak dibanding jenis yang paling lemah.
Strain virus corona ini juga membunuh sel-sel dengan sangat cepat. “Itu adalah hasil tak terduga dari sedikitnya selusinan pasien yang menunjukkan perbedaan dari strain virus yang sebagian besar masih diremehkan,” sebut Prof Li.
Baca Juga:Amnesty International Desak Negara-negara Asia Pasifik Lindungi Pengungsi RohingyaKemendagri Akui Ada Gap Pusat dan Daerah Tangani Corona
Peneliti juga menemukan tiga perubahan yang terjadi secara berturut-turut yang dikenal sebagai mutasi tri-nukleotida yang terjadi pada seorang pasien berusia 60 tahun.