JAKARTA-Setelah satu bulan lebih menjalankan belajar dari rumah, tepatnya sejak 19 Maret 2020, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengatakan ada 246 pengaduan, baik dari siswa maupun dari orangtua.
Keluhan rata-rata terkait dengan kuota data, tugas yang menumpuk, hingga tidak adanya perangkat gawai yang memadai untuk belajar online. Keluhan diperoleh KPAI dari survei terhadap penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan 1.700 responden, mulai dari jenjang Taman Kanak-kanak (TK) sampai SMA/sederajat di 20 provinsi dan 54 kabupaten/kota.
Tidak hanya survei, KPAI juga pernah menerima laporan dari para guru yang wajib lapor hasil penilaian atau kinerja setiap hari, sehingga mereka terpaksa menugaskan siswa setiap setiap hari sesuai jadwal bidang studi.
Baca Juga:Tak Efektif, ICW: Kartu Prakerja Tak Untungkan Peserta, Hanya Pemborosan AnggaranHasil Studi: Virus Corona Bisa Menempel di Partikel Polusi Udara
Sementara dari hasil survei yang dilakukan KPAI, sebanyak 81,8% responden siswa mengatakan, selama PJJ para guru lebih menekankan pemberian tugas. Bahkan guru jarang menjelaskan materi, diskusi atau tanya jawab.
“Sebanyak 77,8% mengeluh tugas menumpuk karena seluruh guru memberikan tugas dengan waktu yang sempit. Belum selesai tugas pertama, sudah datang tugas selanjutnya dari guru yang lain. Sedangkan 37,1% responden mengeluhkan waktu pengerjaan tugas sempit, sehingga membuat siswa kurang istirahat dan kelelahan,” kata Retno pada paparan survei pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan sistem penilaian jarak jauh berbasis pengaduan KPAI secara daring di Jakarta, Senin (27/4/2020).
Data survei juga menunjukkan ada 42,2% responden tidak memiliki kuota internet, sehingga sulit jika harus melakukan tatap muka menggunakan aplikasi zoom atau sekadar video call. Ada 15,6% responden tidak memiliki peralatan PJJ yang memadai seperti laptop atau handphone dengan spesifikasi memadai untuk belajar daring. (*)