Para ahli tidak yakin apakah percikan di udara yang sedikit ini bisa menyebabkan infeksi virus corona, meskipun mereka tahu bahwa virus corona SARS 2003 tersebar di udara dan bahwa virus baru ini akan dapat bertahan selama berjam-jam dalam percikan yang sedikit.
Tetapi para peneliti mengatakan bahwa pentingnya potensi penularan melalui udara, dan kemungkinan meningkatkan peran partikel polusi, berarti tidak boleh dikesampingkan tanpa bukti.
Profesor Jonathan Reid di Universitas Bristol di Inggris sedang meneliti penularan virus corona melalui udara. “Mungkin tidak mengejutkan bahwa ketika melayang di udara, percikan-percikan yang sedikit bisa bergabung dengan partikel-partikel lain di perkotaan sehingga terbawa ke mana-mana.”
Baca Juga:Jelajah Religi ke Istana Siak Sri Indrapura di RiauPerawat PDP Corona itu Meninggal Dunia setelah Melahirkan Bayinya
Ia mengatakan virus telah terdeteksi pada percikan-percikan kecil yang dikumpulkan di dalam ruangan di Tiongkok.
Setti mengatakan percikan kecil antara 0,1 dan 1 mikron dapat melakukan perjalanan lebih jauh ketika bergabung bersama partikel polusi berukuran hingga 10 mikron, daripada ketika mereka sendiri. Ini karena partikel gabungan lebih besar dan kurang padat daripada percikan, selain dapat terbantu oleh udara sehingga bertahan lebih lama.
“Partikel polusi itu ibarat pesawat mikro dan penumpangnya adalah percikannya,” kata Sett. Reid lebih berhati-hati, “Saya kira perubahan yang sangat kecil dalam ukuran partikel (gabungan) seperti itu tidak mungkin bisa berbuat banyak.”
Prof. Frank Kelly di Imperial College London mengatakan gagasan bahwa partikel polusi membawa virus berpindah jarak lebih jauh sangat menarik. “Itu mungkin terjadi, tetapi saya perlu melihat eksperimen ini diulangi oleh dua atau tiga kelompok lagi.”
Pakar lain, Prof. John Sodeau di University College Cork, Republik Irlandia, mengatakan, “Pekerjaan ini sepertinya masuk akal. Tapi itulah yang perlu digarisbawahi saat ini, dan interaksi (partikel) yang berpeluang terjadi, tidak selalu layak secara biologis dan mungkin juga tidak mempunyai efek apa-apa di atmosfer.” Ia mengatakan, proses penelitian ilmiah secara umum mungkin perlu waktu 2 atau 3 tahun untuk mengonfirmasi temuan tersebut.
Penelitian lain telah menunjukkan korelasi antara peningkatan kematian akibat Covid-19 dengan tingkat polusi udara yang lebih tinggi sebelum pandemi. Paparan terhadap udara kotor dalam jangka panjang diketahui merusak kesehatan paru-paru, yang dapat membuat orang lebih rentan terhadap Covid-19. (*)