“Tiba-tiba saya melihat sebuah gambaran yang menimbulkan pelbagai macam perasaan di dalam diri saya. Ketidakadilan bisa merajalela, tapi bagi seorang yang secara jujur dan berani berusaha melawan semua ini, dia akan mendapat dukungan tanpa suara dari banyak orang,” tulisnya.
Menurut John Maxwell, sulit dikatakan seberapa besar kematian Soe Hok Gie mempengaruhi keputusan Arief untuk mengambil peran sebagai pemimpin aktif dalam demonstrasi-demonstrasi menentang penyelewengan Orde Baru.
“Arief jelas sangat terpukul dengan kematian adiknya sekaligus bangga dengan keteguhannya berbicara terus terang mengenai isu-isu politik yang ganjil dan sensitif,” ungkap Maxwell dalam Soe Hok Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani.
Baca Juga:Najwa Shihab Jelaskan Duduk Perkara Soal Pulang Kampung vs Mudik JokowiSimak Pengertian Mudik dan Pulang Kampung Beda Menurut KBBI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Yang jelas, kata Maxwell, sebelum bersahabat dekat, Arief dan Soe Hok Gie pernah tidak bertegur sapa selama kurang lebih sepuluh tahun. Tak jelas benar apa yang menjadi sebab awal namun pertengkaran itu memicu pertengkaran-pertengkaran lebih lanjut hingga mereka memasuki Universitas Indonesia: Soe Hok Gie kuliah di Fakultas Sastra (jurusan sejarah) sedangkan Arief kuliah di Fakultas Psikologi.
“Ya masalahnya sebenarnya mungkin remeh temeh, terkait soal-soal remaja-lah, misalnya saya kesal Hok Gie kadang malas mengurus piaran-piarannya yang sebenarnya itu adalah kewajibannya,” kenang Arief kepada Rudy Badil pada suatu hari.
Tiga tahun menjelang kematian Soe Hok Gie, kakak-adik itu mulai memperlihatkan niat untuk memperbaiki hubungan. Memang tak ada kata “resmi” dari mulut mereka masing-masing, namun sejak mereka aktif dalam berbagai diskusi-diskusi tentang situasi tanah air, Arief dan Soe Hok Gie merasa mereka berdua memiliki kesamaan sikap.
Mereka berdua akhirnya menjadi “sahabat dekat”. Soe Hok Gie sering curhat tentang kehidupan pribadinya kepada Arief. Begitu juga sebaliknya. Kakak-adik itu bahkan secara sadar tak sadar saling mempengaruhi dalam gerak langkah dan sikap politik mereka masing-masing. Salah satu yang sering disebut Soe Hok Gie adalah mengenai gerakan mahasiswa sebagai kekuatan moral.
Dalam sebuah surat kepada Boediono (sahabatnya) pada 5 Maret 1967, Soe Hok Gie pernah mengutip pendapat Arief mengenai ideal-ideal sebuah gerakan mahasiswa.