Sejak bersekolah di Semarang, Sosrokartono memang menonjol dalam bidang bahasa dan sastra. Ia sudah sangat mahir berbahasa Belanda dan beberapa bahasa asing lainnya. Bahkan, Sosrokartono menuntaskan ujian akhirnya dengan menulis karangan dalam bahasa Jerman.
Sosrokartono lulus dari Leiden pada 1908, meraih gelar Sarjana Bahasa dan Sastra Timur. Kemampuannya meningkat pesat, ia menguasai puluhan bahasa dari banyak bangsa di dunia. Ia juga mulai aktif menulis di surat kabar. Namanya tercantum dalam daftar dewan redaksi Bintang Timoer yang terbit di Belanda pada 1903 pimpinan Abdul Rivai.
Setelah lulus, Sosrokartono tak langsung pulang. Ia ingin menimba ilmu dan mencari pengalaman lebih banyak lagi di Eropa meskipun di tanah airnya saat itu sedang tumbuh rasa nasionalisme yang kuat. Ya, tanggal 20 Mei 1908, lahir Boedi Oetomo (BO) yang disebut-sebut sebagai tonggak kebangkitan nasional.
Baca Juga:43 Santri Ponpes Temboro asal Malaysia Kena Corona, Ini Reaksi Bupati MagetanMisteri Letusan Gunung Salaka
Mengenai hal ini, dalam Drs. RMP Sosrokartono: Menumbuhkan Sikap Patriotisme, Membangun Karakter Bangsa (2003), Aksan mengungkapkan nama Sosrokartono terdapat dalam keredaksian penyusun buku yang dikirim Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia (Indonesia) kepada Boedi Oetomo.
Indische Vereeniging adalah organisasi pelajar dan mahasiswa asal Indonesia di Belanda yang juga didirikan pada 1908. Dengan demikian, ada kemungkinan Sosrokartono turut pula memprakarsai berdirinya perhimpunan itu, atau setidaknya ikut membantu penyusunan buku untuk Boedi Oetomo.
Sosrokartono masih berada di Eropa ketika Perang Dunia I meletus pada 1914. Ia kemudian mendaftarkan diri menjadi jurnalis atau koresponden perang di Eropa untuk surat kabar ternama terbitan Amerika Serikat, The New York Herald Tribune.
Sumidi Adisasmita dalam Surat-surat Wasiat Peninggalan Jiwa Besar Kaliber Internasional Drs. Sosrokartono 1877-1952 (1972) menuliskan, Sosrokartono menjadi satu-satunya mahasiswa yang lulus tes koran itu. Ia dites menerjemahkan artikel panjang dalam bahasa Inggris, Perancis, dan Rusia.
Resmi menjadi wartawan perang, Sosrokartono disusupkan ke dalam pasukan Sekutu agar lebih leluasa bergerak. Ia diberi pangkat mayor. Akan tetapi, Sosrokartono tidak mau membawa senjata. “Saya tidak akan menyerang orang, karena itu saya pun tak akan diserang. Jadi, apa perlunya membawa senjata?” kilahnya.