SYDNEY-Jumlah pesepakbola dengan gejala depresi berlipat ganda selama dalam karantina ketika pandemi korona. Dilansir dari The Guardian, sebuah riset yang dilakukan oleh FIFPro, persatuan pemain Australia dan pesepak bola profesional Australia, ditemukan sebuah fakta yang mengejutkan.
Hasil riset tersebut menyebut 13 persen dari 1.134 pemain sepak bola yang menjadi sampel penelitian FIFPro mengalami stres. Sementara 58 persen diserang rasa kecemasan yang tinggi. Gejala lainnya seperti depresi dialami oleh 45 pesepakbola dalam riset tersebut. CEO FIFPro John Didulica menyebut, gejala ini merupakan akumulasi ketakutan para pemain bahwa pandemi Covid-19 akan mempengaruhi karier mereka di lapangan.
“Tren yang mengkhawatirkan ini harus menjadi peringatan bahwa Covid-19 memberi dampak di sepak bola dari ekonomi ke manusia dan ke kesehatan,” ujarnya. “Kami memahami bahwa roda masa depan dunia olahraga akan berubah akibat pandemi ini. Jalan keluarnya adalah kita harus beradaptasi dengan perubahan itu,” tambahnya.
Baca Juga:Ini Penyebab Terjadinya Rem Blong Saat BerkendaraPerhatikan 5 Hal Penting Ini Saat Memilih Velg Bekas Kondisi Bagus
Studi Fifpro yang dilakukan kepada 1.602 pemain profesional, antara 22 Maret dan 14 April, menemukan bahwa 22 persen dari 468 pemain wanita mengalami depresi. Depresi paling terlihat pada atlet di Inggris, Skotlandia dan Republik Irlandia yang tengah menerapkan lockdown.
Jumlah meningkatnya para pemain yang depresi ini naik dari hasil riset FIFPro di bulan Desember 2019 dan Januari 2020. Saat itu, 11 persen wanita dan 6 persen pria melaporkan gejala depresi. Penelitian ilmiah ini menunjukkan bahwa wanita yang paling banyak tertekan daripada pria.
“Namun saat pandemi, para pemain sepakbola pria yang paling banyak depresi. Menurut saya, ini hal yang di luar kewajaran. Pasalnya para pesepakbola di liga elit sebenarnya sudah aman secara finansial. Namun bagi pemain yang kontraknya kurang dari dua tahun, mayoritas yang paling stress,” terang Joh,
Bagi Kepala Petugas Medis FIFPro, Dr Vincent Gouttebarge menerangkan, lebih dari 75 persen dari pemain yang disurvei memiliki akses layanan medis jika kesehatan mental mereka tengah terganggu. “Dalam sepak bola, tiba-tiba atlet pria dan wanita muda harus menghadapi isolasi sosial, kerja mereka ditangguhkan dan keraguan tentang masa depan mereka,” katanya. “Beberapa mungkin dari mereka tidak siap untuk menghadapi perubahan ini,” tandasnya. (fin/tgr)