JAKARTA-Topik vaksin sejak lama memang kontroversial. Salah satunya terkait isu agama, tatkala ada bahan vaksin yang disebut-sebut mengandung lemak babi.
Selain alasan religius, ada pula alasan yang didukung argumen dan bukti yang beragam dan kompleks. Mulai dari argumen yang menyatakan bahwa terdapat efek samping negatif akibat vaksinasi, peningkatan tingkat disabilitas pada anak terkait imunisasi. Ada pula anggapan vaksin sebagai racun dan bahan yang tidak diperlukan tubuh, sampai dengan anggapan vaksin sebagai bagian dari konspirasi dunia.
Dalam skala global gerakan anti-vaksin ini juga punya akar sejarah yang panjang. Heidi J. Larson, PhD dari London School of Hygiene and Tropical Medicine menyatakan bahwa gerakan anti-vaksin pertama dibentuk pada 1866 yang bertajuk anti-compulsory vaccination league, sebuah gerakan menolak vaksin cacar.
Baca Juga:Petarung MMA Ucap Syahadat, Wilhelm Ott: Islam Berikan Saya Kekuatan5 Cara Memakai Parfum yang Benar Agar Wangi Tahan Lama
Namun, tercatat sepanjang abad ke-20, cacar telah membunuh sekitar 300 sampai 500 juta orang. Organisasi kesehatan dunia (WHO) bahkan baru menyatakan cacar sebagai penyakit yang telah berhasil dituntaskan oleh imunisasi sejak tahun 1980 pada kampanye imunisasi global oleh WHO.
Selain itu, sejak tahun 1988, kasus polio telah menurun lebih dari 99 persen di seluruh dunia, dan hanya Afganistan, Nigeria dan Pakistan yang terus berjuang melawan penyakit menular yang dapat menyebabkan atrofi dan kelainan otot tersebut.
“Sekarang ini, misi utama mereka [gerakan anti-vaksin] didedikasikan untuk mempertanyakan atau menolak vaksinasi,” jelas Larson. “Hal lain yang mereka lakukan adalah dengan berkutat mengurusi isu seperti: anti-vaksin sebagai bentuk kebebasan dari kontrol pemerintah; Anti-bisnis besar; Naturopati dan homeopati—memasukkan vaksin ke daftar zat non-alami yang harus dihindari, seperti vaksin yang dirasakan oleh beberapa orang karena mengandung bahan kimia dan racun yang berlebihan—dan kelompok anti-transgenik yang sentimental,” jelas Larson.
Bagi banyak orang, aktris Amerika Jenny McCarthy adalah sosok ibu dari gerakan anti-vaksin. Sikapnya yang sangat vokal terhadap vaksin campak, gondok, dan rubela (MMR). Dia percaya vaksin itulah yang memicu Evan, anaknya mengalami autisme. Anggapan McCarthy dipicu oleh penelitian Dr. Andrew Wakefield yang diterbitkan di jurnal medis Inggris, The Lancet.