“Saya harus mengetuk pintu rumahnya lama sekali,” katanya sambil senyum penuh kebanggaan.
Kemarin, saat saya mau mewawancari Santo itu, saya ingat kembali wartawan itu. Saya ingat ekspresi wajahnya. Dan body language-nya. Terutama saat dengan berat ia toh berangkat juga. Dan berhasil.
Belum ada ponsel saat itu.
Sekarang sudah enak. Kalau pun saya berhasil mewawancari Santo, tetap kalah dengan wartawan itu. Saya kan tidak perlu naik motor ke California. Saya juga tidak perlu mengetok-ngetok pintu rumah Santo Purnama.
Baca Juga:Laboratorium Collaborative Research Center IPB untuk Pengujian Diagnostik Covid-19 Siap BeroperasiSuara Dentuman Bukan Gempa, BMKG: Sedang Kami Cek
Saya tinggal kirim WA untuk memperkenalkan diri. Disertai satu pertanyaan pembuka.
“Hi Pak Dahlan. Salam kenal,” jawab Santo Purnama seketika itu juga.
Lega.
Saya tidak akan ditertawakan mantan wartawan saya.
Ada tekniknya: pertanyaan pertama wartawan harus seperti apa. Agar sumber berita mau merespons.
Teknik itu saya rahasiakan di sini –tapi Najwa Shihab tahu itu. Senior saya di TEMPO, Karni Ilyas, juga tahu itu.
Maka Santo pun menjawab WA saya itu.
Ia membenarkan semua berita yang sudah beredar itu. Berarti bukan hoaks. Ia benar-benar orang Indonesia. Benar pula ia mampu memproduksi alat test Covid-19 yang unggul itu. Yang akuratnya sampai 92 persen itu. Yang hasilnya diketahui cepat itu. Yang harganya hanya USD 10 (sekitar Rp 160.000) itu.
“Tahun berapa Anda menemukan itu,” tanya saya.
“Saya bukan menemukan. Lol…it’s not an invention,” jawabnya.
Oh, kelihatannya ia lebih suka kalau dalam bahasa Inggris. Maka saya ikuti mood pikirannya.
“So…..?“ tulis saya.
Belum lagi terkirim pertanyaan itu sudah muncul lagi susulan WA-nya.
Baca Juga:Masih Misterius, Warganet Ramai Bahas Suara Dentuman Saat Anak Krakatau ErupsiAnak Krakatau Erupsi Semburkan Abu Vulkanik Setinggi 657 Meter
“No one person invented this. It’s like, say, ban roda,” katanya.
Oh iya. Siapa ya yang menciptakan roda? Atau ban roda?
Maksud Santo jelas: alat tes seperti itu merupakan karya berkelanjutan. Yang kian tahun kian bisa disempurnakan oleh siapa saja.
“Orang-orang dulu membuat roda untuk 30.000 mil – 40.000 mil. Saya membuat ban itu untuk 92.000 mil,” guraunya.
Santo juga menjelaskan bahwa ia bukan orang yang menciptakan alat tes itu. Kunci kehebatan sistem tes ini bukan pada alat. Tapi pada enzimnya.