Indonesia juga merupakan negara pertama di Asia yang menerbitkan sovereign bond sejak pandemi Covid-19 terjadi. Dari bulan Februari sampai dengan Maret tidak ada satu negarapun di Asia yang masuk ke global bond karena mereka melihat situasi volatilitas dan gejolak keuangan yang sangat besar.
Tidak ada kemeriahan tepuk tangan dari prestasi tersebut, sebab secara implisit Indonesia merupakan negara pertama di Asia yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap pembiayaan luar dalam mengatasi Covid-19. Ini seharusnya menjadi evaluasi terhadap ketahanan fiskal saat ini.
Menkeu mengatakan, penerbitan ketiga seri SBN tersebut adalah penerbitan terbesar di dalam sejarah penerbitan US Dollar Bond oleh Pemerintah Republik Indonesia.Manfaat Penerbitan US Dollar Bond dan Kerjasama FED
Baca Juga:Dian Sastrowardoyo Duet Virtual dengan Yura Yunita Trending TwitterKepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon: Jaksa Menyapa Inovasi Sadar Hukum
Jelas bahwa manfaat penerbitan US Dollar Bond tersebut adalah Indonesia memiliki pendanaan sebesar hampir Rp 70 triliun untuk APBN 2020. Dengan dana tersebut negara bisa bernafas sedikit lega untuk memberikan stimulus ekonomi kepada individu dan perusahaan yang terdampak Covid-19.
Manfaat lain adalah cadangan devisa (cadev) BI bertambah 4,3 miliar dolar AS. Bulan Maret lalu cadev telah berkurang 9,4 miliar dolar AS ke level 120,97 miliar dolar AS (Bulan Februari sebelumnya cadev 130,3 miliar dolar AS). Peningkatan cadev diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan pasar terhadap Indonesia. Dampak kepercayaan tersebut akhirnya dapat menguatkan nilai tukar rupiah.
Dalam situasi yang demikian, nilai tukar diprediksi dapat menguat ke level 15.000 di akhir tahun 2020. Saat ini rupiah di level Rp 16.112 masih di atas dari nilai fundamental rupiah yang sebenarnya.
Penguatan rupiah terjadi juga karena sentimen positif kerjasama repurchase aggrement (repo) 60 miliar dolar AS antara Bank Indonesia (BI) dengan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve manakala terjadi penurunan cadangan devisa. Kerjasama tersebut merupakan tambahan capital buffer untuk Bank Indonesia.
Sebelumnya BI telah memiliki kerjasama currency swap dengan China (30 miliar dolar AS), dengan Jepang (22,7 miliar dolar AS) dan dengan Singapura (10 miliar dolar AS). Tambahan kerjasama repo dengan the FED AS sebesar (60 miliar dolar AS) akan menambah ketahanan keuangan Indonesia melalui cadangan devisa.