SRI Mulyani Indrawati (SMI) melakukan tindakan yang tidak populer di tengah wabah pandemik Covid-19 yaitu menerbitkan kembali surat utang.Semua menteri keuangan akan melakukan hal yang sama jika dihadapi situasi ekonomi yang minim pendapatan negara, ditengah tuntutan besar akan stimulus ekonomi akibat pandemik Covid-19 dan untuk menghindari jatuhnya korban jiwa lebih besar lagi.Tindakan SMI tersebut dapat dipahami sebagai tindakan counter cyclical crises yang tidak populer dan dalam bingkai kebijakan publik, tindakan tersebut cukup beralasan. Harus ada pejabat tidak populer untuk menyelamatkan keuangan negara saat ini. Kali ini, adalah Sri Mulyani, Menteri Keuangan periode kedua kabinet Presiden Jokowi.
Kementerian Keuangan mengeluarkan obligasi global (global bond) 4,3 miliar dolar AS atau Rp 68,8 triliun. Obligasi global tersebut diterbitkan dalam 3 bentuk Surat Berharga Negara (SBN) yaitu seri RI1030, RI1050, dan RI0470.
Ketiga seri tersebut memiliki tenor jangka panjang di atas 10 tahun. Hal ini adalah strategi yang bijak untuk memberikan ruang fiskal agak lebar di jangka pendek. Yield/kupon SBN ketiganya berkisar 3,9 persen sampai 4.5 persen per tahun berdenominasi dolar AS.
Baca Juga:Dian Sastrowardoyo Duet Virtual dengan Yura Yunita Trending TwitterKepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon: Jaksa Menyapa Inovasi Sadar Hukum
Seri RI1030 memiliki tenor 10,5 tahun yang jatuh tempo pada 15 Oktober 2030 diterbitkan sebesar 1,65 miliar dolar AS dengan yield global sebesar 3,9 persen. Seri kedua yaitu RI1050 dengan tenor 30,5 tahun atau jatuh tempo 15 Oktober 2050.
Nominal yang diterbitkan juga 1,65 miliar dolar AS dengan yield 4,25 persen. Seri ketiga adalah RI0470 dengan tenor 50 tahun, jatuh tempo 15 April tahun 2070 sebesar 1 miliar dolar AS dengan tingkat yield 4,5 persen.
Seri ketiga ini merupakan global bond pertama yang diterbitkan dengan tenor 50 tahun. SBN yang ketiga adalah series baru yang belum pernah diterbitkan sebelumnya. Jatuh tempo atau tenornya 50 tahun, yaitu 15 April tahun 2070 sebesar 1 miliar dolar AS dengan tingkat yield 4,5 persen.
Penerbitan dengan tenor 50 tahun tersebut juga merupakan tenor terpanjang yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Hal ini secara implisit menunjukkan kepercayaan investor jangka panjang terhadap track record kondisi ekonomi dan pengelolaan keuangan negara di masa depan.