“Dalam kejadian bencana akan ada korelasi dengan peningkatan limbah medis, biasanya dari korban atau pasien. Sampah medis umumnya masker dan sarung tangan. Namun dengan pandemi COVID-19, limbah medis bertambah dari tenaga medis, seperti dari alat penyelamat kesehatan, salah satunya alat pelindung diri (APD). Jumlahnya sangat banyak karena sekali pakai,” kata Olivia.
China yang telah melewati fase puncak COVID-19, volume limbah medisnya mencapai 182.000 ton sejak akhir Januari.
Cepat Dimusnahkan
Olivia menekankan, ribuan ton limbah medis penyakit infeksi menular dari SARS-CoV-2, virus korona jenis baru ini tak bisa ditangani dengan cara biasa. Sampah medis ini harus cepat dimusnahkan karena dapat berdampak terhadap lingkungan hidup, kesehatan dan keberlangsungan hidup manusia, serta mahluk hidup lainnya.
Baca Juga:Sekda Jabar Laporkan Dua Fase Penanggulangan COVID-19 ke KemendagriPandemi Corona Bikin 4 Juta Buruh di Perancis Jadi Pengangguran Parsial
“Pemusnahan selain untuk menghindari potensi infeksi, juga terdapat risiko dimanfaatkan oleh orang tidak bertanggung jawab yang ingin mencari untung. Sampah rumah tangga saja kalau tidak dimusnahkan dapat menjadi sarang penyakit, apalagi ini dari virus penyakit menular,” ujarnya.
Olivia menyinggung pula, menghadapi pandemi COVID-19 yang merupakan fenomena baru, pengelolaan menggunakan standar operasional prosedur (SOP) khusus, disertai dengan langkah-langkah disinfeksi ketat.
Menurut dia, Jamed telah melayani pemusnahan limbah medis dari sejumlah wilayah di luar Jabar, di antaranya DKI, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Limbah medis juga datang dari sejumlah rumah sakit rujukan di Indonesia, termasuk belum lama ini dari 68 WNI eks anak buah kapal Kapal Pesir Diamond Princess. Filter udara kapal ini juga turut dimusnahkan.
“Saat ini juga sedang dijajaki sampah medis dari Wisma Atlet Kemayoran untuk dimusnahkan di Jamed,” katanya.
Olivia menuturkan, apa yang dilakukan Jasa Medivest sebagai upaya pencegahan, juga untuk memutus rantai penyebaran COVID-19.