Al Falah adalah masjid besar yang letaknya di jalan utama Surabaya. Langkahnya itu sangat mengejutkan, memang. Sampai dikecam sebagai PKI.
Saya juga menerima kiriman WA. Dengan nada bangga –dan ingin menunjukkan kebanggaan itu pada saya: Abah…. Alhamdulillah masjid di lingkungan saya tetap ramai Jumatannya. Di lingkungan kami tidak ada yang sampai paranoid.
Ibaratnya ikhtiar sudah dianggap paranoid.
Dalam kasus Al Falah Surabaya sebenarnya agak mengherankan.
Lihatlah pertanyaan yang disampaikan kepada saya ini: mengapa masjid yang biasanya memegang prinsip kuat keagamaan (Quran Hadis) malah bisa menerima ide tidak perlu ada Jumatan?
Al Falah termasuk dikenal sebagai masjid seperti itu.
Baca Juga:Pandemi Corona Bikin Petinju Gantung Sarung TinjuPresiden Jokowi Sebut 3 Opsi Soal Ujian Nasional Saat Pandemi Corona
Sebaliknya masjid-masjid yang selama ini dikenal berorientasi pada ahli sunnah yang moderat dan akomodatif justru tetap melaksanakan salat Jumat?
Saya tidak mampu menjawab pertanyaan itu. Apalagi yang bertanya itu seorang intelektual. Maka jawaban saya singkat: justru saya yang ingin menanyakan itu kepada Anda!
Ia lantas menambahkan: mengapa yang selama ini kita kenal sebagai Wahabi (Saudi Arabia dkk) malah bisa menerima ide libur Jumatan.
Sedang yang ahli sunnah malah tidak?
Pertanyaan itu pun menggantung. Saya pilih diam. Saya sebenarnya tahu jawabnya, tapi itu termasuk 1002.
Misalnya lagi: Jamaah Tabligh. Kita mengenal kelompok ini sangat damai. Tidak pernah mau demo, tidak pernah anti pemerintah, tidak pernah terkait terorisme.
Tapi kali ini nama Jamaah Tabligh dicela di mana-mana. Sebagai salah satu komunitas penyebar Covid-19.
Kenapa yang seperti itu bisa terjadi di kelompok Jamaah Tabligh? Saya juga tidak bisa menjawab. Masih harus masuk ke 1003.
Baca Juga:Makin Canggih, Apple Siri Bisa Deteksi Dini Pengguna Terpapar CoronaTerkendala Validasi Data, Begini Ungkapan Ketua Umum PB IDI
Itu awalnya dari acara besar mereka di dekat Kuala Lumpur. Akhir bulan Februari lalu. Berarti Covid-19 sudah mulai merajalela saat itu.
Pertemuan itu diikuti puluhan ribu orang. Media Malaysia menyebut 16.000 orang.
Banyak jamaah dari mancanegara ikut hadir. Termasuk dari Indonesia. Puluhan ribu orang itu berada dalam satu lokasi selama tiga hari.
Tidur di situ –seadanya. Makan di situ –banyak yang masak sendiri. Ibadah bersama. Mendengarkan rangkaian ceramah bersama.