YOGYAKARTA-Helatan Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan HB X Tahun 2020 yang mengusung tema ‘Busana dan Peradaban di Keraton Yogyakarta’ dimulai pada tanggal tanggal 7 Maret 2020, di mana ada banyak rangkaian acara yang tersedia seiring gelarannya.
Sehubungan dengan helatan Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono yang merupakan peringatan naiknya tahta, maka bisa dimaknai bahwa hal ini serupa dengan acara ulang-tahun, karenanya ia bakal diselenggarakan rutin setiap tahun. Hal yang perlu diketahui adalah, bahwa antara Sultan pertama hingga Sulta ke-10, tentu waktnya tak selalu sama.
Untuk Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai raja (Yogyakarta) yang bertahta saat ini, 7 Maret 1989 atau dalam penanggalan jawa adalah 29 Rejeb tahun Wawu 1921, menjadi hari dinobatkannya sebagai pimpinan tertinggi Ngayogyakarta Hadiningrat yang awalnya memiliki nama KGPH Mangkubumi. Karenanya, setiap tanggal 29 Rejeb di tahun-tahun berikutnya selalu diagendakan peringatan ulang tahun penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Baca Juga:Bela Kalista Iskandar, Najwa Shihab Singgung saat Bamsoet Dilantik jadi Ketua DPRSaat Finalis Puteri Indonesia asal Sumatera Barat ini Tidak Hafal Pancasila
Ikhwal perayaan Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono tersebut, ada banyak sekali prosesi yang harus dilaksanakan. Bahkan untuk tahun 2020, selain acara adat seperti Ngebluk, Ngapem, Sugengan, dan Labuhan, ada pula gelaran Pameran Budaya, Simposium Internasional, dan juga Pertunjukan Seni.
Apa itu Ngebluk, Ngapem, Sugengan, dan Labuhan?
Sebagai acara adat, pertanyaan yang muncul adalah apa itu Ngebluk, Ngapem, Sugengan, dan Labuhan? Di bawah ini ada beberapa peaparan yang dapat disarikan terkait acara adat tersebut.
- Ngebluk
Ngebluk menjadi acara adat yang dilakukan pada hari pertama perayaan Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono, yaitu tepat pada tanggal 27 Rejeb.
Ngebluk ialah prosesi mempersiapkan bahan dan adonan untuk membuat apem yang biasanya dilakukan di Bangsal Sekar Kedaton, Keputren. Prosesi Ngebluk ini hanya boleh dilakukan oleh para wanita yang dipimpin Permaisuri dan Putri Raja tertua. Selain para Putri Raja, orang-orang yang terlibat pada prosesi ngebluk adalah para kerabat Keraton beserta Abdi Dalem Keparak.
Istilah Ngebluk sendiri asal-mulanya berasal dari suara ‘bluk’ sebagai satu bunyi yang ditimbulkan pada saat mencampur adonan apem secara terus menerus oleh para Sentana Dalem Putri dibantu Keparak.