JAKARTA-Pegiat HAM, Veronica Koman, meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak mengabaikan data korban operasi militer di Papua yang telah diserahkan tim advokasi. Sebelumnya, beberapa aktivis HAM menyerahkan data orang-orang yang meninggal saat operasi militer di Nduga dan tahanan politik Papua kepada Jokowi di Australia pada Senin, 11 Februari 2020.
“Tim kami di Canberra telah berhasil menyerahkan dokumen-dokumen ini langsung kepada Presiden Jokowi. Dokumen ini memuat nama dan lokasi 57 tahanan politik Papua yang dikenakan pasal makar, yang saat ini sedang ditahan di tujuh kota di Indonesia,” kata Veronica melalui siaran persnya, Senin, 11 Februari 2020.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud Md, mengatakan pemerintah tak pernah secara resmi menerima data terkait jumlah tahanan politik dan korban tewas di Papua dari tim yang melibatkan aktivis Veronica Koman.
Baca Juga:Soal Penjara, Pakai Nama Lucinta Luna atau Muhammad Fatah?UPDATE: Korban Tewas Akibat COVID-19 Lebih 1000 Orang, Pejabat Tinggi China Dicopoti
Mahfud, yang ikut dalam kunjungan Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Canberra, Australia, mengatakan saat itu memang banyak orang yang ingin bersalaman dengan Presiden. Bahkan, ada beberapa orang yang menyerahkan surat atau amplop kepada Jokowi.
“Soal Koman itu, saya tahu surat seperti itu banyak. Orang berebutan salaman kagum kepada presiden, ada yang kasih map, amplop, surat gitu, jadi tidak ada urusan Koman atau bukan. Kami tidak tahu itu Koman apa bukan. Semua surat dibawa, kan surat banyak,” kata Mahfud saat ditemui di Kompleks Istana Bogor, Jawa Barat pada Selasa, 11 Februari 2020.
Kalaupun data Veronica terbawa presiden, kata Mahfud, bisa saja surat itu belum dibuka. “Belum dibuka kali suratnya. Surat banyak. Rakyat biasa juga kirim surat ke presiden, jadi itu anu lah, kalau memang ada ya sampah saja lah,” ujar Mahfud.
Berikut rincian data yang diberikan oleh tim Veronica Koman kepada Jokowi:
Tahanan Politik
Berdasarkan data tersebut, ada 57 tahanan politik yang ditangkap sepanjang 30 Agustus sampai 1 Desember 2019. Enam orang tahanan yang ada di Jakarta sedang menjalani sidang. Salah satunya Surya Anta Ginting, aktivis Papua, yang ditangkap pada September 2019.