JAKARTA-Meski Indonesia berpenduduk lebih banyak, Singapura, Filipina, dan Malaysia justru lebih dulu melaporkan kasus virus korona baru. Belum ada pasien positif pengidap 2019-nCoV yang ditemukan di wilayah Indonesia.
Keraguan terhadap absennya virus nCov di Indonesia belakangan ini cukup beralasan. Data Business 1ntelligence Service (B1S) m1nd, yang dikutip Kompas.id, menyatakan Indonesia menyumbang 7 persen dari sekitar 1,4 juta penerbangan keluar dari Wuhan antara Desember 2018 dan November 2019.
Indonesia menempati peringat keenam terbesar. Adapun lima negara lain dalam daftar tujuan utama perjalanan dari Wuhan tersebut, adalah Thailand (33 persen), Jepang (12), Malaysia (10), Singapura (9) dan Hong Kong (8).
Baca Juga:Kemenkes: 6 WNI yang tiba di Batam dari Singapura Bukan Suspect Virus Corona BaruSinergi Pemda Provinsi dan DPRD Kunci Bangun Jabar
Kelima negara tersebut telah mengonfirmasi adanya kasus infeksi korona baru. Lalu kenapa Indonesia masih “lolos”?
The Sydney Morning Herald pada 31 Januari 2020 melaporkan kecurigaan terhadap fenomena ini. Media itu menulis bahwa absennya kasus korona di Indonesia lebih karena ketidakmampuan laboratorium di Indonesia mendiagnosis virus ini.
Mengutip Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio, dalam wawancara via telepon, SMH mengungkapkan laboratorium medis Indonesia tidak memiliki kit pengujian yang diperlukan untuk mendeteksi virus korona Wuhan.
Belakangan, Amin Soebandrio dalam Kompas.id menyatakan pernyataannya telah disalahpahami. Menurut dia, pernyataannya tidak merujuk kemampuan pemerintah Indonesia secara umum. Ia hanya berbicara dalam kapasitas Lembaga Eijkman.
Secara teknis, Eijkman sudah memiliki teknologi dan kapasitas mendeteksi virus korona terbaru ini. “… kami sudah mendatangkan reagen baru yang bisa mendeteksi dalam satu hari. Alat ini juga dipakai di negara-negara lain, seperti Singapura,” katanya.
Namun, saat itu Eijkman belum menjalin kerja sama khusus dengan lembaga pemerintah.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan RI mengklaim telah memiliki reagen virus korona. Direktur Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Windra Woworuntu, mengatakan harga reagen korona yang dimiliki Kemenkes mencapai Rp1 miliar.
Baca Juga:Pemda Provinsi Jabar Targetkan 3.000 Hafidz dan Hafidzah dalam Program Sadesha Tahun IniPasukan Keamanan Tewas Saat Hentikan Amukan Seorang Tentara Thailand di Pusat Perbelanjaan
Selain Balitbangkes Kemenkes, Universitas Airlangga juga diklaim telah memilikinya. Rektor Prof Moh Nasih mengatakan kampusnya berhasil menemukan reagen atau reaktan spesifik untuk mengidentifikasi virus corona Wuhan itu.