NEW YORK-Hingga saat ini belum ada kepastian tentang obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien yang terjangkit virus mematikan, virus korona jenis baru (2019-nCov). Beberapa lembaga, mulai dari kementerian kesehatan hingga perusahaan farmasi di dunia, terus berusaha mencari obat bagi virus yang telah menelan korban jiwa 426 orang itu.
Akhir pekan lalu, Kementerian Kesehatan Thailand mengklaim telah menemukan obat untuk virus korona, yakni dengan mencampur obat flu dengan obat HIV. Namun, Thailand masih melakukan kajian mendalam tentang efektivitas obat tersebut.
Keberadaan virus mematikan asal Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok itu, kini memicu sejumlah perusahaan farmasi global untuk menemukan obatnya. Gilead Sciences, sebuah perusahaan biofarmasi asal AS menyebutkan, pihaknya telah bekerja sama dengan otoritas Tiongkok untuk menemukan obat virus korona jenis baru.
Baca Juga:Menkes Terawan: Indonesia Belum Ada Kasus Terkonfirmasi novel Coronavirus, 34 Kasus Masuk Kelompok Dalam PemantauanUPDATE: Korban Jiwa Virus Korona Capai 426 Orang, 623 Orang Berhasil Sembuh
Dikutip dari Business Insider , Selasa (4/2/2020), Gilead adalah perusahaan yang menemukan obat eksperimental remdesivir, yang digunakan untuk mengobati virus Ebola. Pihak perusahaan mengatakan, remdesivir telah menunjukkan beberapa keberhasilan dalam mengobati MERS dan SARS, dua virus yang mirip dengan virus korona asal Wuhan.
Remdesivir juga telah digunakan untuk pengobatan darurat pasien dengan Ebola. Tetapi, obat itu belum secara resmi dilisensikan atau disetujui untuk perawatan oleh organisasi-organisasi kesehatan global.
Meski demikian, investor tertarik dengan langkah Gilead tersebut. Senin (3/2/2020), saham Gilead (GILD) naik lebih dari 5%.
Gilead tidak sendirian. Saingannya, yakni Johnson & Johnson (JNJ) dan GlaxoSmithKline (GSK) juga berusaha menemukan vaksin untuk virus yang telah menjangkiti lebih dari 20.000 orang di dunia itu.
Kemudian, perusahaan bioteknologi AbbVie (ABBV) juga mengatakan bahwa mereka telah melihat hasil yang menjanjikan untuk mengobati virus korona asal Wuhan dengan campuran dua obat HIV dan Tamiflu. Obat ini diproduksi bersama oleh raksasa farmasi Thailand, Roche (RHHBF) dan Chugai Pharmaceutical Jepang Co (CHGCY).
Produsen obat yang lebih kecil, Moderna (MRNA), Inovio Pharmaceuticals (INO), dan Novavax (NVAX) juga sedang melakukan tes untuk menemukan obat virus korona Wuhan. Saham perusahaan-perusahaan itu melonjak dalam sebulan terakhir.
Namun, Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS, Dr Anthony Fauci mengatakan, kemungkinan dibutuhkan waktu satu tahun untuk menemukan obat untuk virus korona Wuhan itu. (*)