JAKARTA-Petinggi Sunda Empire, Raden Rangga Sasana, meminta masyarakat jangan pernah menyamakan kemunculan Sunda Empire sebagaimana kemunculan Keraton Agung Sejagat. Sunda Empire ditegaskannya sudah ada sejak era Alexander The Great atau Alexander Agung, raja kekaisaran Makedonia, Yunani.
“Jadi Sunda Empire jangan disamakan dengan keraton-keraton tadi, ini tatanan dunia internasional,” tutur Rangga di acara Indonesia Lawyers Club, tvOne, Selasa, 21 Januari 2020.
https://www.youtube.com/watch?v=0ezJ1b5Pf-E&t=136s
Baca Juga:Curah Hujan Tinggi di Awal Februari, BMKG Minta Masyarakat Waspadai Banjir dan LongsorBMKG Memprediksi dalam 3 Hari ke Depan (31 Januari – 2 Februari 2020), Ini Wilayah Berpotensi Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang
Rangga yang selama ini disebut-sebut sebagai petinggi Sunda Empire pun akhirnya mengungkapkan jabatan sesungguhnya. Dia mengaku dalam kerajaan dunia tersebut dirinya mengemban jabatan sebagai sekretaris The Heeren Zeventien.
Kata dia, sebutan petinggi itu hanya jabatan yang dilekatkan wartawan terhadap dirinya. Sedangkan jabatan sekretaris The Heren Zeventien dikatakannya diemban lantaran sebagai panitia untuk mempersiapkan tatanan dunia yang ideal sebagaimana era sebelum Perang Dunia ke II.
“Jabatan saya di sini salah satunya saya sekretaris The Heeren zeventien,” kata dia.
Rangga menjelaskan, persiapan itu penting dilaksanakan karena pada 15 Agustus 2020, tatanan dunia kekaisaran yang saat ini diemban oleh Vatikan setelah pecahnya Perang Dunia ke II berakhir. Maka, Sunda Empire, selaku pemegang sertifikat bumi harus melanjutkan tatanan kekaisaran itu.
“Maka kekaisaran sunda atau pemilik sertifikat bumi, meneruskan atas tatanan bumi yang diberikan kepada Vatikan,” tutur dia.
Apa sebenarnya De Heeren Zeventien yang banyak disebutkan itu?
Dalam sejarah Indonesia, kedatangan Vereenigde Oostindie Compagnie (VOC) dari Negeri Belanda merupakan awal kisah panjang penjajahan. Dorongan untuk menemukan sumber rempah-rempah memunculkan minat menjelejah dunia di kalangan orang Belanda. Kamar dagang yang terbentuk di berbagai kota di Belanda berlomba membiayai ekspedisi untuk mencari daerah penghasil bumbu dapur seharga emas tersebut.
Sejarawan Arsip Nasional Republik Indonesia Mona Lohanda menyebut periode itu sebagai wilde vaart (pelayaran liar) yang tidak diatur dan seringkali menimbulkan persaingan di kalangan perusahaan dagang Belanda sendiri. Pada 23 Juni 1595, delegasi dagang Belanda pertama pimpinan Cornelis de Houtman tiba di Banten. Keberhasilan itu menumbuhkan rasa percaya diri di kalangan mereka. Tapi mereka tetap tidak bersatu. Tiap-tiap kongsi dagang malah semakin liar dalam perlombaannya menuju negeri di timur itu.