Entah dunia ini hendak jadi seperti apa. Sekarang, kita harus selalu siap-siap bangun pagi dan disambut oleh kabar buruk. Kebakaran, virus, banjir, dan terakhir, Senin pagi WIB (27 Januari), berita meninggalnya seorang legenda dunia. Kobe Bryant, mantan superstar NBA, menjadi salah satu korban kecelakaan helikopter di dekat Los Angeles.
Usianya masih 41 tahun. Di saat mulai menikmati hidupnya sebagai orang tua, jauh dari kesibukan gila seorang pemain basket profesional. Dia meninggal mengantarkan salah satu putrinya ke pertandingan basket.
Saya bukanlah penggemar Kobe Bryant. Bahkan, di masa bertandingnya dulu, saya sering ejek-ejekan dengan teman-teman yang “Maniak Kobe.” Mungkin lebih karena saya bukan fans Los Angeles Lakers, tim tempat Bryant menghabiskan 20 tahun karirnya di NBA. Bahkan, Lakers adalah “musuh paling tidak disukai” oleh Sacramento Kings, tim favorit saya.
Baca Juga:China Geram Mantan Perwira Intel Israel Tuding Corona Senjata Biologi yang BocorRisiko Tinggi Skala Global, WHO Sebut 2.014 Orang Positif Terjangkit Virus Corona
Bukan penggemar, bukan berarti tidak mengagumi. Karena saya tetap jauh lebih beruntung karena pernah bertemu dan chit-chat santai dengan Bryant saat masih aktif di media dulu, dan saat merintis liga basket pelajar DBL ke seluruh Indonesia.
Bahkan, sejak 2018 lalu, DBL selalu mengirim anak-anak basket SMA terbaik Indonesia ke Los Angeles untuk berlatih di Mamba Sports Academy, sekolah basket milik Kobe Bryant. Bulan depan (Februari 2020), anak-anak basket kami juga dijadwalkan berlatih lagi di sana.
Skuad Honda DBL Indonesia All-Star 2018 berlatih di Mamba Sports Academy.
Waktu kuliah di Amerika dulu, saya berkali-kali nonton Los Angeles Lakers bertanding. Berkali-kali melihat Kobe Bryant beraksi secara langsung. Mungkin karena bukan fans Lakers, dari luar sang “Black Mamba” memang terkesan arogan dan egoistis.
Bola harus ke dia. Seolah-olah segalanya harus berpusat ke dia. “Perseteruannya” dengan rekan setim, seperti dengan Shaquille O’Neal, sering jadi berita besar.
Cara menembaknya membuat banyak pelatih fundamental meringis. Saya selalu ingat, kalau ada pemain DBL mau menembak dengan gaya “aneh-aneh” ala Kobe, maka pelatih akan mendatangi dan mengingatkannya. “Jangan aneh-aneh. Kamu bukan Kobe!” begitu kata pelatih.
Yap. Mayoritas memang bukan Kobe Bryant. Tuhan menganugerahi bakat dan kemampuan berbeda-beda, dengan tingkatan berbeda-beda. Kobe Bryant ada level “anugerah bakat” yang sangat berbeda. Yang mungkin hanya dimiliki segelintir orang lain. Misalnya Michael Jordan dan LeBron James.