Kalau memang karena sistem informasi/IT Imigrasi yang begitu jelek, sudah pada tempat kalau Presiden Jokowi mengambil tindakan tegas terhadap petinggi Direktorat Jnderal Imigrasi, sama halnya dengan tindakan tegas Presiden Jokowi mencopot Kepala Bakamla dalam kasus “provokasi kapal perang RRT di perairan Natuna”.
Sekali lagi, apa sebab imigrasi begitu LELET mengumumkan fakta keberadaan Harun Masiku di Indonesia, hal ini merupakan peristiwa yang AMAT AMAT SERIUS, tidak boleh dianggap enteng. Kenapa? Perhatikan dua fakta di bawah ini:
Majalah dan Koran Tempo sejak 14 Januari 2020 sudah memberitakan dengan tegas bahwa Harun Masiku sudah balik ke Jakarta tanggal 7 Januari 2020 lengkap dengan nama pesawat dan nomor penerbangannya. Kenapa KPK tidak segera minta keterangan, atau cross–check pada Tempo perihal pemberitaannya itu? Apa karena gengsi? Mengapa sampai seminggu yang lalu Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Ditjen Imigrasi – dalam acara talk-show di sebuah stasiun televisi nasional – masih dengan lantang mengatakan kantornya “sampai sekarang” belum punya informasi tentang kepulangan Harun. Yang diketahui Imigrasi adalah Harun meninggalkan Jakarta 6 Januari dengan pesawat anu dan flight number anu. Selebihnya kami belum ada informasi, begitu kata Kepala Bagian Imigrasi. Ia menolak memberikan komentanr apa pun ketika ditanya oleh host televisi tentang berita yang dilansir Tempo.
Baca Juga:Arwana 6 TKunjungi SDN 04 Samudrajaya, Ahmad Syaikhu: Jangan Tunggu Ada Korban Baru Diperbaiki
Yang lucu lagi, 3 hari yang lalu isteri Harun berani memberikan keterangan kepada salah satu media bahwa suaminya sudah kembali di Tanah Air tanggal 7 Januari 2020. Apakah pernyataan Dirjen Imigrasi kemarin, 22 Januari 2020 bahwa Harun sudah kembali ke Jakarta dengan Batik Air tanggal 7 Januari 2020 berdasarkan cross–check pihak imigrasi dengan isteri Harun ?!
Misteri Harun pergi ke Singapura dan balik ke Tanah Air serta sikap tutup mulut Imigrasi dan KPK pantas diteliti secara saksama. Kalau memang benar Harun disembunyikan, pihak yang melakukan nya bisa dikenakan tuduhan pidana melakukan obstruction of justice seperti dilansir oleh seorang mantan Komisoner KPK. Obstruction of Justice adalah tindakan meng halang-halangi penegakan hukum dengan berbagai cara.