JAKARTA-Terus di-bully lembek ke China soal Natuna, Luhut Pandjaitan gerah juga. Menko Kemaritiman dan Investasi itu pun curcol alias curhat colongan di akun Facebook miliknya.
Menurutnya, tidak semua perselisihan itu bisa diselesaikan dengan perang. Saat konflik Natuna sedang panas-panasnya, ada dua jenderal purnawirawan yang jadi sorotan. Mereka adalah Luhut Pandjaitan dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Keduanya dianggap tidak tegas. Luhut dibilang lembek, karena sikapnya yang meminta masyarakat, agar tidak ribut-ribut soal kapal nelayan China yang mencuri ikan di laut Natuna.
Baca Juga:Masinton Pasaribu Ungkap Asal-Usul Dapat Sprindik KPKSurat Terbuka ‘Ratu Keraton Agung Sejagat’
Luhut khawatir, kegaduhan itu bisa membuat investasi, khusus nya dari China, terganggu. “Ya, makanya saya bilang jangan ribut. Untuk apa kita meributkan, yang nggak perlu diributin. Bisa ganggu,” kata Luhut, saat itu.
Setelah isu Natuna mereda, pensiunan tentara bintang empat itu menjelaskan alasan sikapnya soal Natuna. Penjelasan Luhut itu dirangkai dalam tulisan berjudul “Teori Clausewitz tentang Perang”.
Di dunia militer, nama Clausewitz sangat terkenal. Ia adalah jenderal ahli strategi dari Prusia. Artikel itu diunggah di akun Luhut pada Rabu (15/1) sore.
Akun ini diketahui milik Luhut, lantaran ada centang biru, tanda akun tersebut sudah terverifikasi.
Tulisan Luhut lumayan panjang, ada 12 paragraf atau sekitar dua halaman. Intinya, tulisan itu menceritakan ajaran Carl von Clausewitz terkenal itu. Dia bilang, saat kuliah di National Defence University, AS ia pernah berdiskusi panjang mengenai teori-teori strategi perang yang ditulis Clausewitz, dalam buku “On War”.
“Perang adalah kelanjutan dari diplomasi dengan cara lain,” tulis Luhut.
Dalam banyak kasus di dunia, perang memang alternatif terakhir setelah jalur diplomasi, atau perundingan menemui jalan buntu. Karena itu, dia langsung sedih, ketika ada yang langsung menyuarakan perang, saat ada konflik di Laut China Selatan.
Dari informasi terbatas, muncul kemarahan atau rasa ketersinggungan yang besar.
Pada satu sisi, Luhut memaklumi karena mencerminkan kuatnya nasionalisme masyarakat. Tapi tentu, tidak semua perselisihan atau pelanggaran peraturan internasional, harus berakhir dengan pecahnya perang.
Baca Juga:Inilah ‘Fanny Aminadia’ Sosok Ratu Keraton Agung SejagatMasinton Pasaribu Tunjukkan Sprindik yang Jerat Wahyu Setiawan, KPK: Kepentingannya Apa Tunjukkan Ke Publik?
“Perang tidak pernah menguntungkan siapa pun, karena sesungguhnya tidak ada yang benar-benar memenangkan sebuah peperangan,” paparnya.