Terpisah, pakar hukum internasional Universitas Indonesia, Prof Hikmahanto Juwana, memprediksi, permasalahan ini tak akan selesai cepat karena China dan Indonesia memiliki klaim sendiri-sendiri. Indonesia tak mau mengakui klaim China. Demikian sebaliknya.
Karena itu, Hikmahanto menyebut, tak mungkin ada pembicaraan antara Indonesia dan China terkait masalah ini. “Mereka enggak mau mundur sejengkal pun dari klaimnya kan,” ujar Hikmahanto.
Atas hal itu, dia menyarankan, Pemerintah sebaiknya melakukan backdoor diplomacy atau diplomasi pintu belakang. Harus ada seorang tokoh dari Indonesia berbicara dengan tokoh China untuk membahas masalah ini.
Baca Juga:3 Juli 1988: Kapal Perang AS Tembak Pesawat Iran AirKurtubi: China Ingin Kekayaan Migas di Natuna, Bukan Ikan
“Menyampaikan jangan sampai masalah kaya begini itu memunculkan sentimen anti China di Indonesia, padahal China ini punya kepentingan yang besar di Indonesia,” ujarnya.
Ia menyatakan, China yang akan rugi jika terjadi sentimen anti China dan pemerintah Indonesia tak bisa mengendalikan. Menurutnya, investasi negara pimpinan Xi Jinping tersebut bakal terganggu.
“Sehingga mereka tidak seperti layangan diulur, ditarik lagi. Nanti sudah mundur kapal-kapalnya, nanti sudah mulai tenang di Indonesia didatengin lagi. Jangan. Jadi, itu yang harus mereka pahami,” tuturnya.
Hikmahanto menyebut, kerja sama dengan China di perairan Natuna juga tak mungkin dilakukan karena ada perbedaan pendapat terkait wilayah tersebut. Sembari melakukan pendekatan diplomasi pintu belakang, pemerintah harus menempatkan nelayan di wilayah Natuna.
”Saya bilang solusi kita adalah perbanyak nelayan-nelayan kita di sana untuk mengeksploitasi sumber daya alam. Ini kan masalah sumber daya alam,” tandasnya. (rmco)