PADA awal 1965, Kolonel Nicklany, Asisten Intelijen di Polisi Militer, mengawasi pembentukan unit intelijen khusus di tubuh Polisi Militer yang diberi nama Detasemen Pelaksana Intelijen Militer (Den Pintel Pom). Tujuannya, untuk melacak jejak para anggota PKI. Unit ini dikenal paling cakap dalam tubuh angkatan bersenjata.
Dalam kapasitasnya sebagai Wakil Asisten Intelijen Kopkamtib (Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) pada awal 1968, Nicklany menyampaikan kepada para petinggi Den Pintel Pom perlunya satu unit baru yang bertugas untuk menangani kontraintelijen asing, yaitu menangkap mata-mata asing yang beroperasi di Indonesia, terutama dari negara-negara komunis.
Untuk unit tersebut, Komandan Den Pintel Pom, Mayor Nuril Rachman menyiapkan 60 orang (sepuluh perwira aktif dan 50 sipil) dari Polisi Militer. Pada 16 November 1968, unit ini diresmikan bernama Satuan Khusus Pelaksana Intelijen atau Satsus Pintel, yang kemudian dipendekkan menjadi Satuan Khusus Intelijen atau Satsus Intel. Unit ini bertanggungjawab kepada Asisten Operasi Polisi Militer, dan setelah tahun 1969, kepada Nicklany sebagai Deputi II Bakin (Badan Koordinasi Intelijen Indonesia).
Baca Juga:Demonstrasi Besar Mahasiswa di Bangladesh Berujung Kerusuhan, Ini Penyebab dan Jumlah KorbanKomnas HAM Terjun Langsung Tangani Kasus Kematian Wartawan TribrataTV di Karo
Menurut Nuril, unit ini akan membutuhkan biaya besar dan banyak peralatan. Nicklany yakin dapat menyediakannya setelah Ed Barbier dari CIA (Dinas Intelijen Amerika Serikat) datang ke Markas Polisi Militer.
Menurut ahli sejarah intelijen di Indonesia, Ken Conboy, hingga akhir tahun 1968, Amerika memberikan bantuan keuangan secara rahasia untuk menggaji 60 personel, kendaraan untuk pengintaian, biaya sewa rumah aman (safe house) di Jalan Jatinegara Timur Jakarta Timur, tape recorder mutakhir merek Sony TC-800, serta peralatan penyadap telepon.
Hingga tahun 1970, kendaraan pengintaian Satsus Intel terdiri dari 16 sepeda motor, 3 sedan Mercedes, 2 Toyota Corolla, 3 Volkswagen, 1 Toyota Jeep, dan 1 minibus Datsun; dengan kaca belakang dilapisi penutup, minibus ini untuk melakukan pemotretan rahasia.
Selain itu, Amerika juga memberikan pelatihan. Pada September 1969, CIA mengirim instruktur kawakannya, Richard Fortin untuk memberikan pelatihan teknik pengintaian dasar selama dua minggu. Materinya mencakup keahlian membuntuti kendaraan dengan diam-diam, melakukan penyamaran, dan menangani para agen.
MI6 dan Mossad
Menurut Conboy, meskipun Amerika sebagai sponsor utama, bantuan juga datang dari Inggris. Pada akhir 1969, MI6 (Dinas Intelijen Luar Negeri Inggris) mengirimkan personelnya guna memberikan pelatihan bagaimana cara menangani agen. Pada November 1970, seorang warga negara Inggris, Anthony Tingle, datang untuk memberikan pelatihan selama empat minggu.