JAKARTA-Pada Juli 2018, setelah Presiden AS Donald Trump memperingatkan Presiden Iran untuk tidak mengancam Amerika Serikat, balasan datang bukan dari pemimpin Iran itu, tetapi dari tokoh militer yang bahkan mungkin lebih kuat dari pemimpin Iran.
“Presiden kami terlalu bermartabat untuk menanggapi Anda,” kata Jenderal Qassem Soleimani dalam pidato di Iran barat, yang dikutip The New York Times. “Saya, sebagai seorang prajurit, yang merespons Anda.”
Pada Jumat (3/1), Jenderal Qassem Soleimani dilaporkan tewas dalam serangan udara di Baghdad.
Baca Juga:Iran akan Balas AS Atas Pembunuhan Komandan Pasukan Elit Quds Jenderal SoleimaniBanjir Tanah Longsor di Jabodetabek, BNPB: Korban Meninggal Bertambah Menjadi 53 Orang
Jenderal itu (tokoh yang pernah menikmati status selebritis di kalangan konservatif garis keras di Iran) adalah sosok yang sangat menarik bagi orang-orang baik di dalam maupun di luar negeri.
Dia tidak hanya bertanggung jawab atas pengumpulan informasi intelijen Iran dan operasi militer rahasia, tetapi juga dianggap sebagai salah satu tokoh militer paling cerdik dan otonom. Dia juga diyakini sangat dekat dengan pemimpin tertinggi negara itu, Ayatollah Ali Khamenei, dan dipandang sebagai pemimpin potensial Iran di masa depan.
Jenderal Qassem Soleimani tengah berada di Irak ketika dia terbunuh di usia 62 tahun, di Bandara Internasional Baghdad.
Dia bertanggung jawab atas Pasukan Quds, unit pasukan khusus Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) yang melakukan misi Iran di negara-negara lain. Dia ditunjuk untuk memimpin pasukan itu pada akhir 1990-an.
Dalam jabatan itu, Jenderal Qassem Soleimani berperan sebagai ahli strategi utama di balik usaha dan pengaruh militer Iran di Suriah, Irak, dan di negara lain di dalam dan luar kawasan itu. Dia dianggap sebagai pejabat intelijen militer paling efektif di wilayah tersebut, menurut laporan Eric Nagourney di The New York Times.
Salah satu pejabat senior intelijen Irak pernah mengatakan kepada para pejabat Amerika di Baghdad, bahwa Jenderal Soleimani telah menggambarkan dirinya sendiri sebagai “satu-satunya otoritas untuk tindakan Iran di Irak.”
Para pejabat Amerika telah melihat Jenderal Qassem Soleimani sebagai musuh yang tangguh.
Baca Juga:Jaga Kedaulatan, 3 Kapal Perang Indonesia Siaga Tempur di Laut NatunaTiongkok Klaim Punya Hak Historis di Laut Natuna Utara
Setelah invasi ke Irak yang dimpimpin Amerika pada 2003, yang menggulingkan Saddam Hussein, Amerika Serikat menuduh Jenderal Soleimani merencanakan serangan terhadap tentara Amerika.