Untuk sanksi berat, KY memutuskan pemberhentian dengan hak pensiun untuk 2 hakim, pemberhentian tidak dengan hormat untuk 4 hakim, dan hakim nonpalu selama dua tahun untuk 2 hakim. “Namun, pelaksanaan pengenaan sanksi KY ini seringkali terhambat karena MA tidak sepenuhnya menindaklanjuti putusan sanksi KY ini dan adanya tumpang tindih tugas,” terangnya.
Dari 130 putusan, MA hanya menindaklanjuti 10 usulan sanksi hakim. Sementara terhadap 62 usulan sanksi, MA memutuskan tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan teknis yudisial. Adapun 6 usulan sanksi, sampai saat ini belum mendapat respon dari MA tentang bagaimana pelaksanaan riil dari sanksi tersebut. Untuk 52 putusan yang tersisa, KY masih melakukan proses minutasi putusan.
Pelanggaran hukum acara adalah jenis pelanggaran kode etik terbanyak yang dilakukan. Yaitu berupa: tidak cermat dalam membuat putusan, mengabaikan bukti, melanggar asas sederhana, cepat dan biaya ringan, dan lainnya. Pelanggaran kode etik lainnya adalah perilaku murni seperti: berpihak, berkomunikasi dengan pihak berperkara, suap/gratifikasi, selingkuh, dan berkata tidak pantas. Pelanggaran administrasi juga banyak dilakukan oleh hakim terlapor seperti salah memasukkan saksi, tidak cermat dalam membuat putusan, dan lainnya.
Baca Juga:Soal Janji Kredit Murah Rp 1,5 triliun, Ini Tanggapan Sri MulyaniJanji Sri Mulyani Berikan Kredit Murah Rp 1,5 triliun, PBNU: Satu Peser pun Belum Terlaksana
Hakim yang paling banyak dijatuhi sanksi berasal DKI Jakarta sebanyak 30 hakim. Kemudian lima provinsi di bawahnya yaitu Sumatera Utara sebanyak 18 hakim, Riau 16 hakim, Sulawesi Selatan 11 Hakim, Bali 9 hakim, dan Jawa Timur 8 hakim.
“Sanksi ini diharapkan dapat dijadikan pembelajaran oleh hakim terlapor agar dapat menjaga kemuliaan profesinya. KY berkomitmen untuk selalu menegakkan pelaksanaan KEPPH demi terwujudnya peradilan bersih dan agung,” pungkasnya.
Terpisah, Rohadi, yang merupakan mantan panitera PN Jakarta Utara, di Lapas Sukamiskin dalam sebuah kesempatan mengungkapkan mendukung langkah Komisi Yudisial yang independen dalam rangka menindaklanjuti masalah hakim yang telah melakukan pelanggaran kode etik perilaku hakim.
“Sayangnya, Komisi Yudisial tidak juga memproses hakim Ifa Sudewi dan Karel Tuppu yang nyata diduga telah melanggar kode etik perilaku hakim,” ungkapnya kepada beritaradar.com, Jumat (27/12).
Rohadi menanti keputusan Komisi Yudisial. Menurutnya, Badan Pengawasan Mahkamah Agung telah menjatuhkan sanksi teguran lesan kepada hakim Ifa Sudewi.