Merujuk pada penemu Lyme asal Swiss, Willy Burgdorfer, mengatakan bahwa epidemi Lyme adalah eksperimen militer yang salah kaprah. Burgdorfer meninggal pada tahun 2014. Ia bekerja sebagai peneliti senjata biologi untuk militer AS.
Dalam pengakuannya, ia mengatakan ditugaskan untuk membiakkan kutu, nyamuk, dan serangga penghisap darah lainnya, sehingga menginfeksi mereka dengan patogen yang menyebabkan penyakit pada manusia.
Salah satu penggalan cerita menarik dalam buku itu, ada program untuk menghilangkan kutu yang dipersenjatai dan diterbangkan lain dari udara. Penerbangan yang tidak terinfeksi dilepaskan di area perumahan di AS untuk melacak bagaimana mereka menyebar. Ini menunjukkan bahwa skema seperti itu bisa menjadi serba salah dan menyebabkan erupsi penyakit Lyme di AS pada 1960-an.
Baca Juga:Begini Pernyataan Pelatih Timnas Indonesia U-23 Usai Taklukkan SingapuraBrimob Amankan Benda Mirip Bom di Kawasan Millenium Cikupa
Sinyalemen Christ Smith maupun Kris Newby ihwal bahaya penyebaran penyakit Lyme ini, sudah selayaknya jadi fokus perhatian para stakeholders kebijakan luar negeri dan kesehatan di Indonesia. Mengingat potensi penyebarannya yang bisa meluas dan mengembang ke kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Kekhwatiran bahwa penyeberan penyakit Lyme bakal meluas ke negara-negara lain, khususnya Asia Tenggara, nampaknya cukup beralasan.
Beberapa data yang berhasil dihimpun tim riset Global Future Insitute, pada 1984 ada 1500 kasus berkaitan dengan penyakit ini. Bahkan pada 2017, diperkirakan meningkat menjadi 59000.
Artinya, penyebaran penyakit Lyme bukan saja di wilayah kedaulatan AS, melainkan bisa juga meluas ke negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Penyakit Lyme memiliki beragam gejala yang muncul secara bertahap. Berikut ini adalah pembagian gejala penyakit Lyme berdasarkan stadium atau tingkat perkembangan penyakit:
- Stadium 1. Penyakit Lyme stadium 1 ditandai dengan munculnya ruam yang berbentuk seperti gambar target panahan. Ruam ini merupakan pertanda bahwa bakteri berkembang biak di dalam pembuluh darah. Corak ruam yang terbentuk umumnya adalah kemerahan di daerah bekas gigitan kutu, dengan dikelilingi daerah kulit normal dan dikelilingi lagi oleh daerah kemerahan di bagian luarnya. Ruam jenis ini dikenal dengan nama erythema migrans. Meskipun erythema migrans khas untuk penyakit Lyme, pada beberapa kasus, ruam ini bisa jadi tidak muncul. Ruam erythema migrans biasanya muncul sekitar 1-2 minggu setelah penderita digigit kutu.
- Stadium 2. Penyakit Lyme stadium 2 biasanya terjadi beberapa minggu setelah digigit kutu. Pada stadium 2, bakteri Borrelia sudah menyebar ke seluruh tubuh yang ditandai dengan gejala-gejala mirip flu. Penyakit Lyme stadium 2 juga dapat menimbulkan komplikasi seperti meningitis, gangguan saraf, atau penyakit jantung. Gejala yang menandai penyakit Lyme stadium 2, antara lain adalah:
- Demam.
- Menggigil.
- Sakit kepala.
- Nyeri otot.
- Pembesaran kelenjar getah bening.
- Kelelahan.
- Sakit tenggorokan.
- Gangguan penglihatan.
- Stadium 3. Penyakit Lyme stadium 3 biasanya terjadi jika penderita tidak diobati pada stadium 1 atau 2. Stadium 3 dapat terjadi beberapa minggu, bulan, atau bahkan tahun setelah gigitan kutu. Gejala penyakit Lyme stadium 3, antara lain adalah:
- Artritis pada salah satu atau lebih dari satu sendi, terutama sendi besar seperti lutut.
- Mati rasa pada tungkai dan lengan.
- Aritmia.
- Gangguan ingatan jangka pendek.
- Gangguan mental.
- Sulit diajak berkomunikasi.
- Sakit kepala berat.
- Sulit berkonsentrasi.
- Ensefalopati.