HASIL riset terbaru yang terbit dalam jurnal European Journal of Social Psychology edisi terbaru berusaha mengungkap cara otak menerjemahkan teori konspirasi. Sebagai organ prediktif, otak manusia selalu mencari pola yang bisa menjelaskan dunia dan membantu manusia berkembang di dalamnya. Kemampuan itu membantu manusia memahami dunia.
Namun, manusia terkadang menerjemahkan potensi bahaya tanpa dasar apapun. Fenomena ini, yang disebut persepsi pola ilusi adalah kondisi pikiran yang mendorong orang-orang yang percaya terhadap teori konspirasi. Di antaranya, seperti penyangkalan perubahan iklim yang dilakukan Presiden Donald Trump atau menganggap peristiwa 9/11 palsu, atau percaya bahwa terhadap teori bumi datar.
Di Amerika Serikat, hasil survei menunjukkan hampir 50 persen orang Amerika mempercayai setidaknya satu teori konspirasi. Presiden Amerika ke-45, Donald Trump termasuk salah satunya. Washington Post mencatat, setidaknya ada lebih 10 macam teori konspirasi yang dipercayai oleh Presiden Trump.
Baca Juga:Penyebaran Penyakit Lyme Terkait Senjata Biologis?Begini Pernyataan Pelatih Timnas Indonesia U-23 Usai Taklukkan Singapura
Menurut tim, dalam jurnal, teori konspirasi bisa dikatakan dipengaruhi persepsi pola ilusi dalam otak. Persepsi palsu adalah sebuah tindakan mencari hal yang tidak ada. Asumsi tersebut tidak pernah benar-benar didukung dengan bukti empiris.
Dalam studi, tim berusaha mengungkapkan korelasi antara kepercayaan terhadap teori konspirasi dan otak. Dan hasilnya, para penganut teori konspirasi menunjukkan betapa potensi kerentanan terhadap pengaruh eksternal.
“Penganut teori konspirasi melihat semua kejadian di dunia ini terhubung secara tidak langsung, kemudian meyakini suatu hal yang irasional, yang sebenarnya tidak terkait,” tulis para peneliti dalam jurnal tersebut. (*)