Semenanjung Korea
Ketegangan di Semenanjung Korea telah banyak mereda pada tahun lalu, seiring Kim Jong-un telah menunjukkan kesabarannya untuk tidak menguji coba nuklir dan rudal balistik, dan Presiden Donald Trump telah mengurangi retorikanya dalam menghadapi Korea Utara. Dan prospek perdamaian abadi jelas lebih cerah sekarang dari sejak pertengahan tahun 1990-an.
Namun ‘batu sandungan’ tetap ada. Presiden Trump telah mempertaruhkan prestisenya pada perjanjian dengan Korea Utara, namun menurut sebagian besar laporan, Korea Utara tidak menangguhkan—atau bahkan memperlambat—produksi senjata nuklir dan rudal balistiknya.
Para penasihat Presiden Trump menyadari dan tidak senang dengan kontradiksi mendasar ini. Jika sikap Trump pada Kim memburuk, jika unsur-unsur pemerintahan AS mencoba merusak perjanjian, atau jika sikap Kim pada Trump memburuk, hubungan antara AS dan Korea Utara bisa memburuk dengan sangat cepat.
Baca Juga:Menlu Belanda Joseph Luns Dukung Papua Merdeka, Duta Besar AS: Soekarno BerangSEA Games 2019: Pelatih Timnas Indonesia U-23 Ungkap Soal Kondisi Rafli dan Firza
Selain itu, baik China maupun Jepang tidak sepenuhnya setuju dengan rekonsiliasi antara Korea Selatan dan Korea Utara yang sepenuhnya bersenjata nuklir, meskipun alasan mereka untuk skeptis mengenai hal ini sangat berbeda. Jadi, situasi di Korea tetap jauh lebih berbahaya daripada yang diperkirakan.
Korea Utara menembakkan senjata baru dalam foto tak bertanggal ini, yang dirilis pada 16 Agustus 2019. (Foto: KCNA via Reuters)
Seorang kolonel di United States Army War College membahas masalah ini, “Amerika Serikat telah salah memprediksi setiap konflik sejak Perang Korea. Mengapa kita berharap Perang Dunia III akan berbeda?” ucapnya dikutip dari The National Interest.
Menurutnya, negara-negara besar cenderung mencurahkan sumber daya diplomatik, militer, dan politik untuk apa yang mereka anggap sebagai konflik paling serius di hadapan mereka. Konflik yang kurang kritis tidak mendapat banyak perhatian, yang berarti bahwa itu kadang-kadang dapat tumbuh menjadi konfrontasi serius sebelum ada orang yang memperhatikan apa yang terjadi.
Konflik yang mengganggu dapat muncul di Baltik, di Azerbaijan, di Kashmir, atau bahkan di Venezuela, tetapi Amerika Serikat, China, dan Rusia telah merebut begitu banyak fokus. Jika Perang Dunia III terjadi, itu mungkin berasal dari arah yang sama sekali tidak terduga.