Sebagai contoh, pada tahun 2016, dana desa yang digelontorkan sekitar Rp47 triliun. Namun dalam praktiknya, muncul fenomena elit lokal yang mengkooptasi anggaran untuk kepentingan pribadi, terutama elit lokal di tingkat desa. Terbukti selama tahun 2016, dana desa masuk dalam lima besar sektor yang rawan untuk dikorupsi.
Ada sekitar 62 kasus korupsi di pemerintahan desa yang melibatkan 61 kepala desa dengan nilai kerugian negara sebesar Rp10,4 miliar. Meskipun nilai kerugian negara cenderung kecil dibandingkan anggaran yang diberikan oleh pemerintah, akan tetapi hal itu menjadi sinyal bahwa korupsi sudah semakin meluas hingga tingkat desa.
Artinya, masalah korupsi yang selama ini kerap dipandang sebagai isu elitis, kini telah menjadi bagian dari realitas di masyarakat tingkat desa. Dengan anggaran yang cukup besar, dana desa rawan dimanipulasi oleh elit lokal. Ironisnya, praktik korupsi yang terjadi berlindung di balik konsep partisipasi.
Baca Juga:12 Modus Korupsi Dana Desa Versi ICWICW Sebut 252 Kasus Korupsi Anggaran Dana Desa Sepanjang 2015-2018
Indonesian Corruption Watch (ICW) mencatat sejumlah fakta pola korupsi dana desa terkait dengan temuan tiga desa siluman di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara, yaitu Desa Ulu Meraka, Desa Uepai dan Desa Morehe.
Koordinator Divisi Hukum ICW, Tama S Langkun mengatakan sedikitnya ada 15 pola korupsi dana desa. ICW menyebut pola itu tercatat dalam ratusan perkara korupsi dana desa yang telah diusut aparatur hukum.
https://beritaradar.com/2019/11/27/12-modus-korupsi-dana-desa-versi-icw/
“Dari ratusan perkara yang sudah ada, kami sudah mencatat 15-an pola korupsi,” kata Koordinator Divisi Hukum ICW, Tama S Langkun, di gedung lama KPK, Jakarta, Jumat, 8 November 2019.
Tama menyebutkan sejumlah pola korupsi itu di antaranya proyek fiktif. Modus ini dilakukan dengan cara memasukkan anggaran untuk pekerjaan, namun proyek tak pernah ada.
Selanjutnya pola kedua ialah double budget. Modus ini dilakukan dengan cara memasukkan anggaran untuk proyek yang sebenarnya telah rampung dikerjakan. Selanjutnya ada pula orang yang berhutang menggunakan dana desa, namun tak pernah dikembalikan. “Ini pola yang sangat mudah kita jumpai,” kata dia. (*)