WORLD Health Organization (WHO) merupakan badan kesehatan yang menjadi bawahan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Namun WHO banyak terlibat dalam skandal dan persekongkolan dengan industri farmasi demi keuntungan finansial yang dinikmati serta dibagi di antara para pelakunya. Sejak awal, PBB sendiri diketahui sangat dipengaruhi oleh keluarga Rockefeller dan kepentingan mereka.
Pada masa Perang Dunia II, para prajurit Amerika yang bertempur di Jerman benar-benar menyedihkan. Mereka tak tahu bahwa pesawat yang menembaki mereka sebenarnya dibuat dari uang yang dimiliki oleh orang-orang di negaranya sendiri, terutama keluarga Rockefeller. Standard Oil dan IG Farben adalah kartel di bidang industri strategis. IG Farben memonopoli industri kimia, film, dan farmasi di Jerman.
Sedangkan Standard Oil di AS merupakan penguasa ladang minyak. Berkat dukungan Rockefeller, IG Farben menyuplai 85% kebutuhan amunisi Jerman selama PD II.
Baca Juga:Nama Sri Mulyani Tercantum di LSM Bloomberg Philantropies, Rahasia Negara Bocor?KPK: 25 Provinsi Terlilit Kasus Korupsi, Jawa Barat Teratas
Rockefeller dan pengusaha Amerika lainnya diam-diam sudah menanam saham dan membangun usaha patungan di Jerman sejak 1926. Jerman sendiri bagi Rockefeller ibarat “rumah kedua”, karena kakek moyangnya, yakni Johann Rockefeller, adalah imigran asal Jerman.
Central Intelligence Agency (CIA) dan Waff en SS disewa khusus melakukan penjagaan karena IG Farben kian menggurita dan melibatkan banyak orang berpengaruh, termasuk Averell Harriman (pengusaha kereta api dari AS), Fritz Th yssen (industrialis, penyokong utama keuangan Nazi), serta para bankir, yaitu George Herbert Walker dan Prescott Bush. Uniknya lagi, di dalam kompleks industri militer ini masuk pula kepentingan Joseph Stalin, pimpinan Rusia yang juga musuh besar Nazi Jerman. Kompleks industri ini agaknya sengaja dilokalisir di Polandia agar terhindar dari campur-tangan Adolph Hitler dan kroni-kroninya.
Aturan yang disebut Trading with the Enemy Act yang diterbitkan Kongres AS seolah tak bergigi menghadapi praktik gelap Rockefeller. Mungkin itu karena Standard Oil memberi imbalan karet sintetis yang amat diperlukan oleh kendaraan perang Amerika. Kebanyakan pejabat AS juga segan berurusan dengan keluarga Rockefeller yang menguasai ladang-ladang minyak di seantero negeri.
Sangat tak mungkin jika Pemerintah AS tak mengetahui atau memberi izin berkaitan dengan ekspor barang-barang tersebut. Sebaliknya, mudah dipahami jika kemudian pengeboman yang dilakukan Amerika tak pernah menjamah Auschwitz. Paling dekat bom jatuh 14 mil dari kompleks pabrik dan kamp konsentrasi yang ada di sana. Penempatan kompleks vital ini di luar wilayah Jerman ditengarai juga dimungkinkan atas saran dari pejabat CIA. Ironisnya, seusai perang, CIA justru berkantor pusat di gedung pencakar langit milik IG Farben di Frankfurt.