Hanik menyatakan, peningkatan gempa VTA pada 25 Oktober itu kemudian diikuti peningkatan gempa pada zona dangkal di Merapi, yakni gempa VTB dan fase banyak (multi phase/MP), pada 26-28 Oktober 2019. Pada 28 Oktober, misalnya, Merapi mengalami 27 kali MP dan 5 kali gempa VTB.
MP merupakan gempa vulkanik yang terjadi di sekitar puncak atau kubah lava gunung api. Secara umum, MP antara lain menjadi penanda adanya ekstrusi atau keluarnya magma ke permukaan bumi. Di Merapi, MP juga dikaitkan dengan pertumbuhan kubah lava.
Hanik memaparkan, setelah adanya peningkatan aktivitas vulkanik pada 25-28 Oktober, BPPTKG menemukan adanya pengangkatan sumbat lava di puncak Merapi. “Berdasarkan foto drone tanggal 30 Oktober 2019 di pusat kubah lava teramati material baru berupa sumbat lava yang terangkat yang diduga terkait dengan peningkatan aktivitas pada 25-28 Oktober 2019,” katanya.
Baca Juga:Tolong Pak Menteri, Nasib Petugas Damkar Mayoritas Berstatus Honorer K2Analisis Twitter Drone Emprit Ungkap Penyebaran Isu Rekayasa Penyiraman Air Keras Novel Baswedan
Meski begitu, setelah 28 Oktober, aktivitas kegempaan di Merapi sempat turun. Saat itu, rata-rata jumlah gempa VTA dan VTB di Merapi hanya 1 kali per hari, sementara gempa MP hanya 5 kali per hari.
Akan tetapi, pada Jumat (8/11/2019) kemarin, aktivitas kegempaannya kembali meningkat. Merapi tercatat mengalami 3 kali gempa VTA, 9 kali gempa VTB, dan 44 kali gempa MP.
Kenaikan aktivitas itulah yang kemudian disusul dengan keluarnya awan panas letusan pada Sabtu pagi. Awan panas letusan pada Sabtu itu pagi merupakan awan panas letusan ketiga di Merapi sejak status gunung api tersebut dinaikkan menjadi Waspada pada 21 Mei 2018.
Awan panas letusan pertama terjadi 22 September 2019 dengan amplitudo 70 mm, durasi 125 detik, dan tinggi kolom 800 meter di atas puncak. Setelah kejadian awan panas tersebut, terjadi hujan abu dengan jarak mencapai 15 km dari Merapi.
Sementara itu, awan panas letusan kedua terjadi pada 14 Oktober 2019 pukul 16.31, dengan durasi 270 detik, amplitudo 75 milimeter, dan kolom letusan setinggi 3.000 meter di atas puncak. Akibat awan panas itu, terjadi hujan abu vulkanik dengan radius hingga 25 km.
Hanik menyatakan, ancaman bahaya Merapi seperti yang terjadi pada Sabtu pagi tadi bersumber dari dua hal, yakni awan panas letusan dan lontaran material. Namun, Hanik menambahkan, berdasarkan kalkulasi yang dilakukan BPPTKG, jangkauan awan panas dan lontaran material dari Merapi masih berada dalam radius kurang dari 3 km dari puncak.