AKTIVITAS vulkanik Gunung Merapi meningkat beberapa waktu terakhir dan berujung munculnya awan panas letusan pada Sabtu (9/11/2019) pagi. Masyarakat tetap diminta tenang karena ancaman bahaya letusannya masih berada dalam radius 3 kilometer dari puncak.
“Masyarakat diimbau tetap tenang tapi waspada. Mereka dapat beraktivitas seperti biasa di luar radius 3 km dari puncak Merapi,” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida dalam keterangan tertulis, Sabtu, di Yogyakarta.
Pada Sabtu pukul 06.21, Merapi mengeluarkan awan panas letusan berdurasi 160 detik dan amplitudo maksimal 65 milimeter. Awan panas letusan yang dikeluarkan gunung api di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah itu membentuk kolom letusan setinggi 1.500 meter dari puncak.
Baca Juga:Tolong Pak Menteri, Nasib Petugas Damkar Mayoritas Berstatus Honorer K2Analisis Twitter Drone Emprit Ungkap Penyebaran Isu Rekayasa Penyiraman Air Keras Novel Baswedan
BPPTKG juga mencatat, awan panas letusan tersebut meluncur sejauh 2 km ke arah hulu Kali Gendol di Kabupaten Sleman, DIY. Setelah terjadinya peristiwa itu, hujan abu vulkanik terjadi dalam radius 15 km dan cenderung mengarah ke arah barat Gunung Merapi.
Hanik menjelaskan, sebelum terjadi awan panas letusan pada Sabtu pagi, BPPTKG telah mencatat peningkatan aktivitas di Merapi selama beberapa kali. Peningkatan itu terjadi setelah munculnya awan panas letusan di Merapi pada 14 Oktober 2019.
Berdasarkan catatan BPPTKG, peningkatan aktivitas vulkanik pertama kali terjadi pada 25 Oktober 2019. Saat itu terjadi peningkatan gempa vulkano-tektonik dalam (VTA). Jumlah VTA di Merapi saat itu mencapai 12 kali dalam sehari. Padahal, sehari sebelumnya, Merapi hanya mengalami 3 kali VTA.
Gempa vulkano-tektonik menandakan adanya batuan yang patah atau retak karena tekanan magma di dalam tubuh gunung api. Oleh karena itu, secara umum, gempa vulkano-tektonik menjadi pertanda adanya pergerakan magma yang naik ke permukaan.
Berdasarkan kedalamannya, gempa vulkano-tektonik dibedakan menjadi dua, yakni gempa vulkano-tektonik dalam (VTA) serta gempa vulkano-tektonik dangkal (VTB). Merujuk pada tulisan Agus Budi Santoso dan kawan-kawan di Journal of Volcanology and Geothermal Research (2013), gempa VTA terjadi pada kedalaman 2,5 km sampai 5 km. Sementara gempa VTB terjadi pada kedalaman kurang dari 1,5 km.
Dalam tulisan berjudul “Analysis of The Seismic Activity Associated with The 2010 Eruption of Merapi Volcano, Java” itu, Agus Budi dkk juga menyebut, di kedalaman antara 1,5 km sampai 2,5 km di Merapi, terdapat zona atau wilayah yang tidak mengalami gempa.