Dari pernyataan Menkopolhukam tersebut, kalangan intelijen segera paham bahwa pertarungan penentuan calon Kepala BIN tersebut sangat keras tarik-menariknya. Hal ini bukan analisa ataupun perkiraan kosong, karena posisi sentral dan strategis dari Kepala BIN tentu sangat diminati oleh banyak pihak maka menjadi wajar apabila banyak kepentingan yang bermain disana. Mengapa harus dipublikasikan bahwa calon Kepala BIN adalah A, B, dan C dan serba-serbi yang tidak perlu lainnya.
Bahkan dinyatakan bahwa ada calon timbul tenggelam, menguat melemah, bahkan berpotensi hilang semua. Apakah maksud dari pernyataan Menkopolhukam tersebut? Penilaian singkat yang masuk akal adalah bahwa terjadi kebimbangan Presiden karena faktor-faktor kepentingan yang bermain dalam menguasai BIN lima tahun ke depan.
Salah satu manuver munculnya nama baru misalnya dikemukakan oleh KontraS yang merekomendasikan beberapa nama, salah satunya adalah mantan Kepala BAIS, Sulaiman Pontoh. “Alasannya, isi kepalanya oke, pemahamannya soal keamanan, demokrasi itu baik. Saya pernah berdiskusi sama dia,” katanya, Rabu 5 November 2014.
Baca Juga:Disebut Amran Ada Mafia Data, Ini Penjelasan BPSKambing Semok
Agak aneh memang mengapa tiba-tiba KontraS menyampaikan nama Pontoh yang diduga jelas juga bermasalah di masa kepemimpinannya di BAIS. Saat itu, mengundang spekulasi bahwa pertarungan petinggi-petinggi TNI yang memanfaatkan aktivis masih marak sebagaimana terjadi di masa lalu. Pendapat KontraS tersebut jelas untuk mengganjal kandidat yang dipropagandakan secara negatif terlibat langsung atau tidak langsung dengan pelanggaran HAM seperti Sjafrie, As’at, dan Fachrul. Hal senada juga diungkapkan oleh Setara dalam pandangannya tentang tiga nama calon Kepala BIN.
Pada bagian lain, KontraS juga mendorong agar Kepala BIN tidak terlibat politik, yang mana sangat tampak suatu kepentingan untuk mengganjal calon Kepala BIN yang berasal dari Partai Politik seperti Sutiyoso dan Tubagus Hasanuddin. Hal ini juga terjadi pada sepak terjang Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan. Kalangan politikus banyak yang memuji perannya di balik kompromi antara presiden terpilih Joko Widodo dan rivalnya dalam pemilu, Prabowo Subianto. Pertemuan kedua tokoh ini membikin suasana politik menjadi lebih adem. Hanya, peran Budi sebetulnya melenceng dari tugas intelijen.