JAKARTA- Sri Mulyani memberi lampu hijau untuk menerbitkan surat utang berdenominasi valuta asing (valas) atau global bond yang ditawarkan ke investor asing. Penerbitan surat itu akan dilakukan dalam waktu dekat.
Baru empat hari dilantik untuk menjabat di periode kedua, Sri berkilah bahwa penerbitan global bond karena mempertimbangkan kondisi tingkat bunga acuan dunia yang tengah menurun. Kondisi ini memungkinkan pemerintah bisa menarik utang dengan tingkat bunga yang lebih rendah kepada pemberi utang.
Analis ekonomi politik, Kusfiardi berpendapat rencana menerbitkan surat utang mengindikasikan bahwa Sri Mulyani telah gagal menjabat Menteri Keuangan. Menurutnya, selama ini Sri Mulyani selalu meleset dalam menentukan target ekonominya.“Selama Sri Mulyani menjabat tidak pernah sesuai target, utang bertambah signifikan, tidak ada perbaikan ekonomi, berarti Sri Mulyani gagal mengaransemen keuangan negara untuk hal-hal produktif,” kata Kusfiardi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (27/10).
Baca Juga:Tewas, Pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi Meledakkan Diri dengan Rompi Bom?Berstatus Saksi, Ini Sosok Putri Amelia Zahraman, Lulusan Putri Pariwisata yang Jadi Buah Bibir Warganet
Kufiardi melihat selama menjabat Sri Mulyani terkesan tidak mau tahu tentang kinerja keuangan negara seperti optimalisasi pajak, bagaimana sistem kontrolnya dan sistem pengendaliannya. Kata Kusfiardi ini adalah bentuk kemalasan, karena solusi defisit keuangan ujungnya selalu utang.
“Selama ini pajak kita belum optimal baik pemungutan, sistem kontrol, dan sistem pengendalian tidak berjalan maksimal. Ini kemalasan Sri Mulyani, soal kompetensi, bahkan patut diduga disengaja kinerja pajak tidak dioptimalkan supaya ada ruang pemerintah terus berutang,” tutur Kusfiardi.
Sri Mulyani beralasan, rencana utang itu disebabkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar Rp 199,1 triliun atau 1,24 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir Agustus 2019.
Defisit tersebut berasal dari belanja negara sebesar Rp 2.461,1 triliun, sementara pendapatan hanya sebesar Rp 1.189,3 triliun. (rmol)