HASIL investigasi yang dilakukan sejumlah media nasional yang tergabung dalam Indonesialeaks dan diterbitkan pada Senin, 8/10 lalu, menyebutkan bahwa sabotase yang dilakukan penyelidik untuk menghapus jejak adanya aliran dana yang mengarah ke beberapa pejabat, salah satunya Kapolda Metro Jaya saat itu, yang dijabat Tito Karnavian.
Indonesialeaks menyebut bahwa dalam buku bank bersampul merah atas nama Serang Noor IR itu memuat lembaran alat bukti kasus penyuapan atas Patrialis Akbar oleh Basuki Hariman. Namun dua penyidik KPK, diyakini telah merobek 15 lembar barang bukti itu yang berisi catatan pengeluaran perusahaan pada 2015-2016 dengan jumlah Rp4,337 miliar dan US$206,1 ribu.
Indonesialeaks juga menulis, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat penyidik KPK, Surya Tarmiani, pada 9 Maret 2017 yang memuat keterangan saksi Kumala Dewi Sumartono yang membuat rincian catatan laporan transaksi keuangan dalam kapasitasnya sebagai Bagian Keuangan CV Sumber Laut Perkasa, justru tidak ada di dalam berkas perkara.
Baca Juga:Tenggat Kasus Novel Baswedan Telah Berakhir, Jokowi Tagih Tito KarnavianKasus ‘Buku Merah’ KPK Angkat Bicara
Yang tersebut di dalam berkas perkara justru BAP dari pelaku yang diduga menyobek 15 lembar transaksi lancung itu. Padahal, BAP yang dibuat penyidik Surya tersebut memuat keterangan adanya 68 transaksi yang tercatat dalam buku bank merah atas nama Serang Noor dan ada 19 catatan transaksi untuk individu yang terkait dengan institusi Polri.
Di sinilah, nama Kapolri Jenderal Tito Karnavian terseret.
Tito Karnavian sendiri tidak lantas menjelaskan perkara ini kepada publik. Sejak hasil liputan investigasi Indonesialeaks ditayangkan, Tito terkesan diam tak memberikan penjelasan.
Kepada Tim Majalah Gatra yang mewawancarainya, Tito menjelaskan alasannya kenapa tidak segera mengeluarkan statement kepada publik perihal kasus ini.
“Saya melihat bahwa yang pertama, saya harus fokus ke hal-hal yang lebih penting. Isu ini muncul bersamaan saat ada kasus Ratna Sarumpaet, yang kalau tidak saya tangani dengan hati-hati akan muncul dampak negatif kepada publik maupun Polri sendiri,” Kata Tito.
Alasan kedua, saat itu pemerintah Indonesia sedang menghadapi dua event internasional yang harus mendapatkan perhatian. Event itu adalah Asian Para Games dan Annual Meeting IMF-WBG di Bali.